Harga minyak mentah dunia turun lebih dari 2% pada perdagangan Senin (24/2). Hal ini seiring meningkatnya kekhawatiran bahwa penyebaran cepat virus corona di luar Tiongkok akan berimbas pada turunnya permintaan minyak global.
Mengutip Bloomberg pada pukul 08.49 WIB, harga minyak Brent untuk kontrak April 2020 turun 3,09% di level US$ 56,69 per barel. Sedangkan harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak April 2020 turun 2,79% ke level US$ 51,89 per barel.
Kekhawatiran akan dampak ekonomi dari virus corona semakin meningkat seiring laporan lonjakan jumlah orang terinfeksi virus tersebut di beberapa negara, seperti Korea Selatan, Italia, dan Iran.
(Baca: Kekhawatiran Meningkat Seiring Lonjakan Kasus Corona di Luar Tiongkok)
Saat berita ini ditulis, jumlah orang yang terdeteksi terinfeksi virus corona di Korsel telah menembus 600 orang. Pemerintah Korsel pun menetapkan status kewaspadaan tertinggi yang memungkinkan pemerintah menutup sekolah dan membatalkan pertemuan-pertemuan publik.
Sedangkan di Italia, pejabat pemerintah menyatakan orang ketiga yang terinfeksi virus seperti flu telah meninggal, sedangkan jumlah yang terdeteksi terinfeksi virus corona melonjak ke atas 150 orang dari hanya tiga orang sebelum Jumat pekan lalu.
Lonjakan kasus virus corona juga terjadi di Iran. Negara tersebut mengumumkan dua kasus pertamanya pada Rabu pekan lalu, dan kini jumlah orang yang terkonfirmasi terinfeksi virus tersebut telah mencapai 43 orang, dan enam orang dinyatakan meninggal.
"Kita seharusnya tidak meremehkan gangguan ekonomi akibat penyebaran cepat virus corona. Sebab ini bisa memicu penurunan masif aktivitas bisnis di seluruh dunia, dengan proporsi yang belum pernah dihadapi sebelumnya," kata Kepala strategi pasar di AxiCorp Stephen Innes, seperti dikutip Reuters.
(Baca: Dampak Corona, IMF Ramal Laju Ekonomi Tiongkok Terendah dalam 30 Tahun)
Adapun Tiongkok sebagai konsumen energi terbesar di dunia menyatakan akan menyesuaikan kebijakannya untuk membantu meredam dampak ekonomi dari wabah virus corona. Pernyataan tersebut disampaikan Presiden Xi Jin Ping pada Minggu (23/2) kemarin.
Sedangkan Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman menyebut “omong kosong” pemberitaan media yang menyebut Arab Saudi tengah mempertimbangkan untuk meninggalkan aliansi OPEC+.
Pernyataan tersebut merespons laporan Wall Street Journal bahwa Arab Saudi mempertimbangkan untuk meninggalkan aliansi lantaran wabah virus corona di Tiongkok telah berkontribusi terhadap penurunan permintaan minyak global.
Di Amerika Serikat, jumlah alat pengeboran minyak terpasang naik dalam tiga pekan berturut-turut. Ini merupakan indikator produksi di masa depan. Perusahaan jasa perminyakan Baker Hughes menyatakan jumlah alat pengeboran bertambah satu pada pekan lalu menjadi total 679, tertinggi sejak pekan ketiga Desember 2019.