Ashraf Sinclair Meninggal, Ketika Serangan Jantung Bukan Perkara Usia

123RF.com/Belchonok
Ashraf Sinclair, aktor berusia 40 tahun, meninggal dunia karena serangan jantung. Sebelumnya, ia belum pernah menunjukkan gejala atau tanda-tanda penyakit kardiovaskular itu.
Penulis: Sorta Tobing
18/2/2020, 16.44 WIB

Kabar kematian suami penyanyi Bunga Citra Lestari, Ashraf Sinclair, pada pagi tadi, Selasa (18/2), mengejutkan publik. Usianya baru 40 tahun. Aktor ini juga tidak memiliki riwayat penyakit kronis, bertubuh proporsional, dan rajin berolahraga.

Seluruh profil itu seolah tak masuk dalam kategori penderita penyakit serius. Namun, hidupnya berakhir karena serangan jantung. Ayah seorang anak bernama Noah Sinclair itu dimakamkan di San Diego Hills Memorial Park, Karawang, Jawa Barat, sore ini.

Doddy, manajer BCL, mengatakan Ashraf tidak mengalami gangguan kesehatan. “Dia sehat banget. Di antara kami semua, dia paling sehat,” katanya di kawasan Pejaten Barat, Jakarta, seperti dikutip dari Kompas.com.

Kejadian ini mengingatkan kembali peristiwa kematian aktor dan politikus Adjie Massaid pada 5 Februari 2011. Usianya juga baru 43 tahun. Profilnya mirip dengan Ashraf yang rajin olahraga dan memiliki berat tubuh ideal. Serangan jantung pula yang mengakhiri hidupnya.

(Baca: Gejala Virus Corona Wuhan dan Bedanya dengan Penyakit Pernapasan Lain)

Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menyebut penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian nomor satu secara global. Setidaknya 17,9 juta nyawa per tahun terengut karena gangguan jantung dan pembuluh darah.

Sebanyak empat dari lima kematian kardiovaskular disebabkan oleh serangan jantung dan stroke. Sepertiga dari angka kematian itu terjadi pada orang yang berusia di bawah 70 tahun. Tanda-tanda penderitanya adalah peningkatan tekanan darah, glukosa, dan lipid serta kelebihan berat badan.

Di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar 2018 mencatat penyakit jantung tersebar di semua kelompok umur. Angka tertinggi di usia 75 tahun ke atas. Sementara prevalensi terendah di kelompok umur kurang dari setahun.

Sebenarnya kerusakan pembuluh darah memerlukan waktu yang lama untuk menjadi gejala penyakit jantung. Karena itu, biasanya pasien berusia lanjut yang menderita penyakit ini.

Namun, sebuah studi Asosiasi Jantung Amerika pada 2018 menunjukkan usia tak lagi menjadi faktor utama. Pasien berusia muda pun tak luput dari penyakit ini. Faktor gaya hidup tidak sehat, seperti kegemukan, kurang istirahat, merokok, dan jarang berolahraga, dapat memicu kerusakan pembuluh darah.

“Dulu, sangat jarang melihat seseorang di bawah usia 40 tahun terkena serangan jantung. Dan sekarang orang-orang ini berusia 20an dan awal 30an,” ujar Dokter Ron Blankstein, ahli jantung preventif di Boston, AS, seperti dikutip dari Livescience.com pada 7 Maret 2019.

Dalam satu dekade terakhir, proporsi pasien serangan jantung berumur di bawah 40 tahun naik 2% setiap tahun di AS. Mereka cenderung meninggal setelah serangan terjadi, risiko yang sama dengan pasien umur 41 sampai 50 tahun. “Usia muda memiliki risiko yang sama besarnya dengan seseorang yang mungkin lebih tua daripada Anda," ucap Blankstein.

(Baca: Paparan Radiasi di Serpong, Ini Manfaat & Bahaya Nuklir bagi Kesehatan)

Mahalnya Biaya Sakit Stroke dan Jantung (Katadata)

Tanda-Tanda Serangan Jantung Usia Muda

Melansir dari Hellosehat.com, ada beberapa tanda perkembangan penyakit kardiovaskuler yang harus diwaspadai di usia muda. Pertama, tekanan darah tinggi. Hipertensi primer sering ditemukan pada usia remaja yang memiliki gaya hidup tidak sehat.

Pada usia anak lebih muda, penyebab tekanan darah tinggi sekunder biasanya karena gangguan endokrin, penyakit ginjal, kelainan jantung bawaan, efek samping obat, dan racun. Jika tidak diatasi, hipertensi primer dan sekunder dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah lebih cepat dan memicu stroke dan gangguan fungsi jantung.

Kedua, hiperkolesterolemia. Tingginya kadar kolesterol dalam darah merupakan awal perkembangan penyakit jantung coroner. Peningkatan ini bisa terlihat ketika anak memasuki usia remaja dan meningkat hingga berumur 17 sampai 21 tahun.

Hiperkolesterolemia pada anak dapat terjadi kalau mengalami kegemukan, tekanan darah tinggi, diabeter, merokok atau terpapar asap rokok, serta orang tua memiliki riwayat penyakit jantung. Perbaikan pola makan dan aktivitas anak dapat mengurangi risiko tingginya kadar kolesterol.

Terakhir, aterosklerosis. Kondisi ini dapat terjadi ketika kadar kolesterol darah tidak terkendali sehingga menimbulkan plak pada pembuluh darah. Perkembangan aterosklerosis cenderung lama, namun dapat dimulai pada masa anak-anak.

Tanda utama penyakit ini adalah kadar kolesterol abnormal pada anak. Faktor risikonya sama dengan hiperkolesterolemia. Namun, arterosklerosis pada anak umumnya menjadi pemicu utama penyakit jantung dan stroke pada individu yang sudah dewasa.

(Baca: Kualitas Udara Jakarta Buruk, Ini Efek Polusi Terhadap Kesehatan )