Ratri Kartika mengelilingi dua pusat perbelanjaan besar di Jakarta Selatan. Semua apotek disinggahinya untuk mencari masker, namun ia keluar dengan tangan hampa.
Ia berniat untuk melindungi diri dari virus corona. Apalagi, musim hujan membuatnya lebih rentan terserang flu. “Masker dan hand sanitizer habis,” kata Ratri, Selasa (4/2) lalu.
Masker itu baru didapatkannya tiga hari kemudian setelah memesannya secara online. Itupun dengan harga 50% lebih tinggi, dari normalnya sekitar Rp 50 ribu per kotak isi 50 lembar, menjadi Rp 75 ribu.
Masker bedah penutup hidung dan mulut adalah salah satu produk kesehatan yang paling banyak dicari untuk mencegah penularan virus corona. Survei iPrice menyebut, tren pencarian masker melalui laman Google di Indonesia melonjak sejak Januari 2020.
Data Google Trends, pencarian masker mulut di Indonesia terbilang statis pada awal Januari 2020. Bahkan, ketika virus corona untuk pertama kalinya menyebar dari Tiongkok ke Thailand tanggal 13 Januari 2020, tren pencarian masker belum tampak di Indonesia.
(Baca: Dampak Virus Corona, S&P Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok)
Intensitas pencarian masker di Indonesia baru naik ketika Singapura dan Malaysia melaporkan kasus corona pertamanya, berturut-turut pada 23-24 Januari 2020. Setelah itu, tren pencarian masker melalui Google dan beberapa e-commerce di Indonesia terus menanjak.
“Artinya, masker mulut baru sepenuhnya menarik perhatian masyarakat ketika virus corona muncul di Malaysia dan Singapura yang merupakan negara tetangga terdekat dengan Indonesia,” demikian kesimpulan iPrice, Kamis (6/2).
Berikut adalah data penyebaran virus corona di berbagai negara:
Seiring semakin ramainya pemberitaan mengenai virus corona, termasuk saat 238 Warga Negara Indonesia (WNI) dijemput dari Wuhan pada akhir pekan lalu, permintaan masker terus meningkat. Harganya pun terpantau naik.
Di beberapa e-commerce seperti Tokopedia, Bukalapak, Shopee dan Lazada, ada dua jenis masker yang paling dicari, yakni masker bedah biasa yang berwarna hijau dan N95 yang lebih tertutup.
Hasil survei iPrice, harga jual rata-rata satu kotak masker N95 pada tanggal 1 Januari berada pada kisaran Rp 458 ribu. Menariknya, harga masker ini sempat turun hingga 24% pada pekan kedua Januari.
Kenaikan harga masker N95 pertama kali terjadi saat berkembangnya kasus Corona di beberapa negara Asia, temasuk Thailand, Singapura, dan Malaysia. Harga masker ini semakin menanjak hingga menjadi Rp 559 ribu untuk satu kotak masker. Memasuki pekan pertama Februari 2020, beberapa merchant toko online bahkan berani menjualnya hingga Rp 2 juta per kotak.
Lain lagi dengan masker bedah. Pada akhir Januari lalu, harga rata-rata satu kotak masker isi 50 lembar mencapai 84 ribu. Angka itu lebih tinggi 39% dibanding rata-rata harga pada awal bulan.
(Baca: BI Sebut Wabah Virus Corona Sebabkan Rupiah Tertekan Selama Sepekan)
Kenaikan harga masker N95 dan masker bedah tampaknya juga dipengaruhi oleh stok yang makin menurun. Berdasarkan data yang dikumpulkan secara online, stok kedua jenis masker mulai menurun sejak mencuatnya kasus pertama virus corona di Singapura dan Malaysia. Namun, secara umum, stok masker bedah tetap lebih banyak dibandingkan masker N95.
Hal itu diakui oleh Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir. Bio Farma memang bukan produsen masker, namun merupakan induk Holding Farmasi yang menangani distribusinya.
"Kemarin diminta satu juta masker N95, terus terang tidak bisa dipenuhi karena seluruh masker N95 yang ada akan diberikan pada BNPB sesuai instruksi pemerintah untuk disalurkan pada pekerja medis maupun petugas di lokasi penjagaan keluar masuk warga," ujarnya.
Bagaimana Kondisi di Tiongkok?
Tiongkok sebenarnya adalah produsen masker kesehatan terbesar di dunia. Dalam kondisi normal, kapasitas produksi masker di Tiongkok mencapai 20 juta lembar, termasuk 600 ribu masker N95 per hari. Jumlah itu merupakan setengah dari total produksi masker di dunia. Bagaimanapun, menurut laporan BBC, masa liburan Imlek membuat kemampuan produksi masker Tiongkok merosot hingga 10 juta lembar per hari.
Kondisi ini tentu berbalik dengan lonjakan kebutuhan masker seiring merebaknya virus corona. Situs belanja Taobao saja dapat menjual hingga 80 juta lembar masker hanya dalam dua hari pada Januari lalu.
(Baca: Telepon Trump, Xi Jinping Sebut Tiongkok Bakal Kalahkan Virus Corona)
Meski para ahli masih meragukan efektivitasnya, penggunaan masker penutup hidung dan mulut meluas di kalangan masyarakat Tiongkok. Tapi, berapa banyak sebenarnya kebutuhan masker di sana?
Sebagai gambaran, di Provinsi Hubei, termasuk Kota Wuhan yang menjadi lokasi pertama penemuan virus corona ada sekitar 500 ribu tenaga medis. Mereka disarankan mengganti masker setiap 8 jam. Artinya, untuk tenaga medis di provinsi itu saja dibutuhkan setidaknya 2 juta masker per hari.
Berikut adalah data korban virus corona di Hubei:
Kemudian, ada juga staf yang menangani operasional transportasi publik yang diwajibkan untuk menggunakan masker. Itu semua belum termasuk masyarakat luas yang bepergian dan merasa lebih aman dengan masker.
Yang pasti, Tiongkok telah mulai mendatangkan masker dari beberapa negara lain. Sepanjang periode 24 Januari-2 Februari 2020, Tiongkok mengimpor 220 juta masker, yang sebagian besar dipasok dari Korea Selatan.
Terhitung Februari 2020, Tiongkok yang dikenal ketat soal impor juga telah menghapus bea masuk untuk semua produk medis, termasuk masker kesehatan.
Respons Negara Lain
Lalu, apakah negara lain mengambil kesempatan untuk membanjiri Tiongkok dengan masker produksinya? 3M yang merupakan produsen terbesar masker N95 asal Amerika Serikat memang menyatakan akan meningkatkan produksinya untuk memenuhi kebutuhan global. Sedangkan Cambridge Mask Company dari Inggris telah kehabisan stok.
Sedangkan, beberapa negara seperti Taiwan dan India bahkan menutup pintu ekspor untuk semua jenis pakaian pelindung, termasuk masker. Semua stok akan digunakan untuk kebutuhan di dalam negeri.
(Baca: Isolasi Tiongkok & Risiko Kehilangan Pembelanja Terbesar Wisata Dunia)
Bagaimana dengan Indonesia? Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartato mengatakan bahwa permintaan masker dari Tiongkok meningkat pesat seiring pandemik virus corona. Kendati begitu, produsen masker Indonesia diminta untuk tak menghabiskan stok masker untuk diekspor.
Menurutnya, Indonesia juga perlu menyiapkan masker untuk kebutuhan di dalam negeri. “Jangan samapi semua terserap , jadi dalam negeri tidak kebagian,” katanya.