Presiden Joko Widodo atau Jokowi memerintahkan Pertamina (Persero) dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menambah dana riset kepada tim peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk merintis industri katalis di Indonesia.
Jokowi menilai dana yang diberikan Pertamina dan BPDPKS kepada tim yang dipimpin Profesor Subagjo itu terlalu kecil. Padahal, penemuan Subagjo beserta tim sangat membantu pengembangan industri katalis dalam menyukseskan program biodiesel di Indonesia.
Presiden mengatakan Indonesia membutuhkan banyak katalis untuk mengembangkan biodiesel. Namun saat ini baru tiga jenis katalis yang telah diproduksi di dalam negeri, sedangkan lainnya impor.
"Di sana (Pertamina dan BPDPKS) juga saya perintahkan untuk memperbesar. BUMN seperti Pertamina harus berperan besar. Jangan takut dan malah menghindar," kata Jokowi dalam Rapat Koordinasi Nasional Kemenristek/BRIN 2020 di Puspitek, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (30/1).
(Baca: Menilik Komoditas Kopra hingga Kemiri Sunan yang Diolah Jadi Bioavtur)
Subagjo yang juga hadir pada kesempatan tersebut menceritakan bahwa penelitian katalisnya dimulai sejak 1982. Penelitian tersebut sempat terhambat karena kesulitan mencari mitra industri, hingga akhirnya dia berhasil menjalin kerja sama dengan Pertamina.
Namun, ketika itu Pertaminya ingin penelitiannya bekerja sama dengan Korea Selatan. "Saya bilang kalau melibatkan katalis, ITB saja cukup," katanya.
Jokowi lantas menanyakan bantuan apa saja yang telah diberikan oleh Pertamina dalam penelitiannya. Subagjo mengatakan, bantuan yang diberikan oleh BUMN energi itu cukup banyak, salah satunya yaitu berupa alat senilai Rp 8 miliar. "Itu ada di laboratorium kami," kata Subagjo.
Presiden lalu menanyakan berapa besar dana bantuan yang diberikan oleh BPDPKS. Subagjo mengatakan bahwa BPDPKS memberikan bantuan senilai Rp 46 miliar.
(Baca: Pertamina Siap Produksi B100, Tapi Minta DMO Kelapa Sawit)
Mendengar itu, Jokowi menilai dana yang diberikan oleh Pertamina dan BPDPKS masih sangat kecil. Pasalnya keuntungan yang dihasilkan Pertamina cukup besar. Sementara itu BPDPKS masih memiliki dana sekitar Rp 35 triliun. "Untuk apa disimpan saja," ucapnya.
Jokowi meyakini pembangunan industri katalis pada akhirnya akan menjamin harga sawit di dalam negeri. Sebab, pembangunan industri tersebut akan mendorong pengembangan biodiesel yang membutuhkan banyak pasokan kelapa sawit.
Hal ini pun akan menguntungkan petani kelapa sawit di Tanah Air dan Indonesia. Sebab, jika program biodiesel sukses, Indonesia bisa mengurangi impor minyak. "Sehingga neraca transaksi berjalan dan neraca perdagangan juga semakin baik," kata Jokowi.
Disamping itu, Indonesia juga tidak perlu khawatir lagi dengan adanya diskriminasi sawit lokal oleh negara lain, seperti oleh Uni Eropa karena produksi sawit akan diserap di dalam negeri untuk produksi biodiesel. "Enggak apa ada diskriminasi di Uni Eropa. Kita enggak tergantung pada mereka," kata Jokowi.
(Baca: Luhut Proyeksikan Program Biodiesel Hanya B50, Tak Sampai Target B100)