Jaksa Agung ST Burhanuddin membuka peluang menjerat perusahaan manajemen investasi yang terlibat dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Kejaksaan Agung akan mengkaji kemungkinan tersebut.
"Ya kalau peluang pasti selalu ada," kata Burhanuddin di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (22/1).
Burhanuddin mengatakan, instansinya masih melakukan penyidikan terkait keterlibatan perusahaan manajemen investasi dalam kasus Jiwasraya. Dia meminta publik bersabar dan menunggu penyidikan oleh Kejaksaan Agung selesai.
"Masih dalam pengembangan," kata Burhanuddin. (Baca: Usut Jiwasraya, Kejaksaan Periksa Pejabat BEI dan Manajer Investasi)
Sebelumnya, anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari Fraksi PAN Sarifuddin Sudding meminta Kejaksaan Agung menelusuri perusahaan manajemen investasi yang berhubungan dengan Jiwasraya. Sudding mencatat ada 57 perusahaan terkait Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Asuransi tersebut.
Sudding menduga ada kesengajaan 57 perusahaan manajemen investasi itu menempatkan saham dan reksa dana Jiwasraya. Hal tersebut yang membuat Jiwasraya merugi Rp 13,7 triliun.
"Sebanyak 57 perusahaan itu perlu diminta pertanggungjawabannya," kata Sudding. (Baca: Usai 5 Tersangka Jiwasraya, Kejaksaan Panggil Para Manajer Investasi)
Jika terbukti bersalah, Sudding meminta Kejaksaan Agung menggugat pailit 57 perusahaan manajemen investasi tersebut. Dengan demikian, aset yang dimiliki perusahaan itu bisa digunakan untuk mengembalikan dana nasabah.
"Ambil langkah gugatan pailit ketika ada mens rea (niat perbuatan jahat) di situ," ujarnya. (Baca: Benny Tjokro dan Saham Gocap di Pusaran Investasi Jiwasraya dan Asabri)
Per 13 Januari lalu, kejaksaan telah meminta keterangan terhadap delapan dari 13 manajer investasi yang mendapat sorotan kejaksaan. Saat itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum kejaksaan Agung Hari Setiyono mengatakan bahwa jumlah perusahaan yang diperiksa kemungkinan bertambah.
Pengusutan kasus dugaan korupsi Jiwasraya naik ke tingkat penyidikan sejak 17 Desember 2019. Penyidikan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan Nomor 33/F2/Fd2/12 Tahun 2019.
Hal itu bermula dari kegagalan Jiwasraya membayar klaim polis JS Saving Plan pada Oktober 2018 sebesar Rp 802 miliar. Jumlah gagal bayar terus membengkak.
Berdasarkan catatan direksi baru, Jiwasraya tak dapat membayar klaim polis yang jatuh tempo pada periode Oktober-November 2019 sebesar Rp 12,4 triliun. BUMN itu dinilai salah membentuk harga produk yang memberikan hasil investasi pasti di atas harga pasar.
Selain itu, Kejaksaan Agung menemukan BUMN asuransi itu memilih investasi dengan risiko tinggi demi mencapai keuntungan besar. (Baca: Meraba Ancaman Sistemik dari Gagal Bayar Asuransi Jiwasraya)