Evaluasi Pengawasan Jiwasraya, Ombudsman Panggil OJK Pekan Depan

Adi Maulana Ibrahim | KATADATA
Ombudsman hari Sabtu (18/1) mengatakan akan memangil Otoritas Jasa Keuangan untuk mengevaluasi pengawasan terhadap PT Asuransi Jiwasraya.
18/1/2020, 21.35 WIB

Ombudsman Republik Indonesia (ORI) akan memanggil Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pekan depan untuk mengevaluasi pengawasan yang dilakukan pada PT Asuransi Jiwasraya. Ombudsman menilai pengawasan OJK terhadap tata kelola PT Asuransi Jiwasraya masih memiliki kelemahan.

Selain itu Anggota Ombudsman RI Alamsyah Saragih mencatat sejauh ini sudah ada 74 laporan terkait asuransi masuk ke pihaknya. Makanya pengawas industri keuangan tersebut akan dipanggil lantaran keluhan publik tersebut.

"Minggu depan kami panggil pihak terkait, fokus agar tata kelola itu (jadi) baik. (Karena) pengawasan ada di OJK," kata Anggota Ombudsman Ahmad Alamsyah Saragih dalam sebuah diskusi tentang Jiwasraya di Jakarta pada Sabtu (18/1). 

(Baca: Berkaca Jiwasraya, Pengawasan Ketat Asuransi Perlu Masuk Revisi UU OJK)

Alamsyah meminta agar OJK memperbaiki standar publikasi laporan keuangan industri asuransi.  Dia mencontohkan, sejauh ini nasabah kesulitan mendapatkan akses laporan keuangan Jiwasraya. Padahal hal tersebut penting agar nasabah mudah melihat risiko ketika berinvestasi di perusahaan asuransi. “Makanya akan kami review,” ujarnya.

Terkait internal Jiwasraya, Alamsyah melihat ada tata kelola yang buruk, salah satunya pada struktur organisasi perusahaan. Ini terlihat dari jajaran komisaris Jiwasraya yang hanya terdiri dari tiga orang saja. Sedangkan posisi komisaris utama merangkap sebagai komisaris independen. 

Struktur organisasi di posisi direksi juga jadi sorotan Ombudsman. Alamsyah mengatakan posisi Direktur Kepatuhan di Jiwasraya dibiarkan kosong. Padahal dalam Peraturan OJK Nomor 73/POJK 05/2016, posisi itu harus diisi. "Ini kan perusahaan besar, kalau perusahaan asuransi kecil kalau sulit menambah satu posisi ya bisa dipikirkan," kata dia. 

Alamsyah juga menganggap Jiwasraya terlalu banyak berinvestasi pada instrumen yang risikonya tinggi. "Harusnya kalau asuransi ada standar yang konservatif," katanya. 

(Baca: Kasus Jiwasraya hingga Asabri, Jokowi Beri Sinyal Bakal Revisi UU OJK)

Analis asuransi Irvan Rahardjo mengatakan pengawasan yang dilakukan OJK pada lembaga keuangan nonbank seperti asuransi tidak efektif. Dia menjelaskan OJK sarat konflik kepentingan karena memungut iuran dari pelaku industri dan tidak membela konsumen. "OJK itu superpower, tapi lemah dalam pengawasan dan penegakan peraturan," kata dia.

Pro Kontra Bailout

Dalam diskusi tersebut, wacana bailout atau pemberian dana talangan bagi Jiwasraya kembali muncul. Irvan berharap agar Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan talangan sebagai bentuk hadirnya negara atas masalah keuangan Jiwasraya.

Jiwasraya akhir tahun lalu meminta dana Rp 32 triliun untuk memperbaiki likuiditas perusahaan. Irvan menganggap dana tersebut diperlukan sebagai pelajaran agar kasus serupa tidak terulang kembali. “Sebagai uang sekolah, pemerintah beberapa tahun ini absen,” katanya.

Irvan menjelaskan potensi risiko sistemik di industri asuransi sudah terlihat sejak masalah menjerat Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912. Dengan terungkapnya gagal bayar di Jiwasraya, ia khawatir nasabahnya menarik dana premi mereka, bahkan yang belum jatuh tempo.

Namun ekonom dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi menganggap langkah tersebut kurang tepat dilakukan. Apalagi pemerintah memiliki keperluan lain yang tak kalah penting saat ini. “Dipakai untuk subsidi gas (elpiji) melon akan lebih baik. Belum lagi kita mau pindah ibu kota,” kata dia.

(Baca: Meraba Ancaman Sistemik dari Gagal Bayar Asuransi Jiwasraya)

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan