Helmy Yahya diberhentikan dari jabatan Direktur Utama oleh Dewan Pengawas TVRI. Pembelian hak siar Liga Primer Inggris menjadi salah satu faktor penyebab pemberhentiannya.
Dalam surat keputusan Dewas TVRI Nomor 8/Dewas/TVRI/2020 bertanggal 16 Januari 2020, Helmy dipecat lantaran tidak bisa mempertanggungjawabkan pembelian hak siar tersebut yang memakan biaya besar.
“Saudara tidak menjawab atau memberi penjelasan mengenai pembelian program siaran berbiaya besar, antara lain Liga Inggris,” demikian pernyataan poin pertama surat itu, mengutip dari CNNIndonesia, Jumat (17/1).
Pada Desember lalu, Dewan Pengawas juga melayangkan surat penonaktifan sementara kepada Helmy. Laki-laki yang kerap disebut Raja Kuis Indonesia itu kemudian memberi surat balasan dengan menyatakan diri masih menjabat Direktur Utama TVRI yang sah untuk periode 2017-2022.
(Baca: Dinonaktifkan dari Dirut TVRI, Helmy Yahya Melawan)
Keputusan pemberhentian Helmy membuat sejumlah karyawan TVRI menyegel kantor Dewan Pengawas pada Kamis malam (16/1). Segel berupa selotip merah melintang dan tertempel di depan pintu masuk sehingga tidak ada yang bisa mengakses ruangan tersebut.
Mesin pindai aksesnya pun tersegel kertas putih dan perekat merah. “Disegel oleh Karyawan TVRI,” demikian tertulis pada kertas itu.
Anggota Dewas TVRI Maryuni Kabul Budiono enggan berkomentar tentang penyegelan tersebut. “Kami siang ini akan mengadakan press release ya. Terima kasih,” ucapnya.
Pada saat menonaktifkan Helmy pada bulan lalu, Maryuni sempat melontarkan kritiknya. Program TVRI yang berubah dengan menayangkan Liga Inggris dan Discovery Channel, menurut dia, bertolak belakang dengan konsep utama lembaga penyiaran publik atau LPP tersebut.
(Baca: Menkominfo Johnny Plate Minta Kisruh TVRI Diselesaikan Secara Internal)
Program tayangan TVRI seharusnya lebih mengedepankan konten kebangsaan, bukan berorientasi pada rating. “Berbeda dengan swasta, TVRI haru mencari program-program yang menarik perhatian publik, sesuai kebutuhannya, tapi ada pemberdayaan, menggairahkan,” kata Kabul seperti dikutip dari MediaIndonesia.com.
Pemberhentian Helmy ternyata tak mendapat dukungan penuh Dewan Pengawas. “Saya enggak ikut tanda tangan. Saya enggak menyetujui pemecatan itu,” kata Dewas TVRI Supra Wimbarti, seperti ditulis oleh Detikcom.
Supra mengatakan Helmy sudah memberikan surat pembelaan setebal 1.200 halaman sebelum keputusan pencopotannya muncul. “Saya pribadi baca satu per satu. Tuduhan-tuduhan itu menurut saya tidak benar. Saya usulkan musyawarah dulu,” ucapnya.