Libatkan Jepang untuk Investasi di Natuna Menuai Respons Beragam

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
KRI Sutedi Senoputra-378 (kiri) dan KRI Teuku Umar-385 (kanan) berlayar meninggalkan Faslabuh Lanal Ranai, Selat Lampa, Natuna, Kepulauan Riau, Kamis (9/1/2020).
12/1/2020, 20.54 WIB

Ajakan pemerintah Indonesia kepada Jepang untuk berinvestasi di Natuna mendapat respons beragam dari pakar hukum dan hubungan internasional. Beberapa mengapresiasi, namun ada juga yang mengkritik ajakan yang digembar-gemborkan tersebut sebagai diplomasi yang gagal.

Pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengapresiasi upaya pemerintah untuk mengajak Jepang berinvestasi di Natuna, Kepulauan Riau. Menurut dia, keberadaan Jepang bisa membantu Indonesia dalam menjaga Laut Natuna Utara di tengah sengketa dengan Tiongkok.

Ia mengatakan, jika Jepang berinvestasi di Natuna, maka pemerintah bisa dapat bantuan patroli laut. Sebab, Jepang memiliki banyak kapal besar. Selama ini, patroli laut Indonesia belum maksimal karena keterbatasan kapal. "Itu langkah strategis mengajak Jepang kerja sama," kata Hikmahanto dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (12/1).

(Baca: Pakar Hukum Nilai Sengketa Laut Natuna Tak Selesai Sampai Akhir Zaman)

Hal senada disampaikan Dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Paramadina Djayadi Hanan. Menurut dia, ajakan kepada Jepang untuk berinvestasi merupakan langkah diplomasi Indonesia atas menghangatnya hubungan dengan Tiongkok di Laut Natuna Utara.

Investasi Jepang bisa memberikan sinyal kepada Tiongkok bahwa Indonesia memiliki kawan di Laut Natuna Utara yang memiliki kekuatan besar. "Itu satu sinyal kepada Tiongkok agar tak melakukan intimidasi di Natuna," kata Djayadi.

Hal berbeda disampaikan Dosen Ilmu Hubungan Internasional dari Universitas Bina Nusantara Dinna Wisnu. Ia mengkritik ajakan kepada Jepang yang disampaikan secara terbuka. Menurut dia, hal itu akan membuat Tiongkok bisa mencari langkah antisipasi. Padahal, ajakan tersebut belum tentu terealisasi dalam waktu dekat.

(Baca: Survei LSI: Tiongkok Dianggap Negara Paling Berpengaruh di RI dan Asia)

Ia menambahkan, ajakan tersebut justru menunjukkan bahwa Indonesia tak memiliki strategi solid dalam berdiplomasi. "Ini yang saya sampaikan diplomasi gagal. Kalau diplomasi yang baik, kita selesaikan dulu di belakang, kelar, begitu kita ngomong, takut semua. Itu baru diplomasi berhasil," kata dia.

Presiden Joko Widodo sebelumnya mengajak Jepang untuk berinvestasi di Natuna, Kepualauan Riau. Hal tersebut disampaikan Jokowi saat bertemu dengan Menteri Luar Negeri Jepang Motegi Toshimitsu di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (10/1).

Investasi yang ditawarkan ke Jepang adalah pembangunan sentra kelautan dan perikanan terpadu. Tawaran serupa juga disampaikan pemerintah Indonesia kepada Amerika Serikat melalui International Development Finance Corporation (IDFC).

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, Jepang sebenarnya sudah cukup lama berkomitmen untuk berinvestasi di pulau terluar Indonesia tersebut. Dengan komitmen tersebut, Retno meyakini akan ada penguatan industri perikanan Indonesia di Natuna.

"Komitmen sudah cukup lama. Respons Jepang sangat positif," ujarnya.