Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana membentuk panitia khusus (Pansus) untuk membahas masalah PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Pengamat Asurnasi Irvan Rahardjo menilai pembentukan Pansus merupakan hal penting untuk meminta pertanggungjawaban secara politik berbagai pihak yang terlibat.
Irvan berharap menyebut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu dimintai tanggung jawab karena sudah meloloskan izin produk dari Saving Plan yang bermasalah. "Sikap Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang bersikukuh tidak ada dampak sistemik, serta pelaku-pelaku kejahatan korporasi dan pasar modal yang sangat cerdik," kata Irvan kepada Katadata.co.id, Kamis (9/1).
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu mengusulkan DPR tidak terburu-buru dalam membentuk Pansus Jiwasraya. Apalagi, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menjamin akan membayar klaim pemegang polis.
(Baca: Erick Thohir Sebut Kepercayaan Investor Turun karena Kasus Jiwasraya)
Selain itu, untuk masalah hukum, dia menilai Kejaksaan Agung serius dalam menangani perkara yang menyertai kasus Jiwasraya ini. "Usul saya sebaiknya DPR wait and see dulu," katanya.
Sebelumnya, Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Yevri Hanteru Sitorus menyatakan wacana pembentukan Pansus Jiwasraya bakal digelar bulan ini. Pembentukan pansus dinilai sebagai pertanggungjawaban politik, karena kasus gagal bayar Jiwasraya menyangkut dana masyarakat.
"Saya kira nanti sesudah masa reses itu akan dibicarakan karena pada sidang terakhir kemarin sudah disepakati dan disurati oleh pimpinan DPR. Jadi mungkin nanti pada pembukaan masa sidang kita akan proses pembentukan pansusnya," kata Deddy di Jakarta, Minggu (29/12).
(Baca: Sri Mulyani Penasaran BPK Sebut Kasus Jiwasraya Berdampak Sistemik)
Kasus Jiwasraya saat ini tengah diusut Kejaksaan Agung. Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkapkan ada dugaan korupsi dalam pengelolaan dana investasi Asuransi Jiwasraya dengan perhitungan kerugian negara sekitar Rp 13,7 triliun hingga Agustus lalu.
Sementara Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna menilai masalah keuangan yang dialami Asuransi Jiwasraya memiliki risiko sistemik. Maka itu, instansinya mengambil kebijakan untuk turut mengungkap masalah tersebut.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia tentang pengaturan dan pengawasan makroprudensial, risiko sistemik adalah potensi instabilitas akibat gangguan yang menular pada sebagian atau seluruh sistem keuangan. Penyebabnya, interaksi dari faktor ukuran, kompleksitas usaha dan keterkaitan antarinstitusi dan/atau pasar keuangan, serta kecenderungan perilaku yang berlebihan dari pelaku atau institusi keuangan.
"Kasus ini cukup besar, bahkan gigantik, sehingga memiliki risiko sistemik," kata Agung dalam Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Rabu (8/1).
(Baca: Kejaksaan Periksa 5.000 Transaksi Investasi dalam Kasus Jiwasraya)