Tiongkok Masuk Laut Natuna, Jokowi: Tak Ada Tawar-menawar Kedaulatan

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Presiden Joko Widodo menegaskan tak ada negosiasi terkait sengketa antara Indonesia dengan Tiongkok di Perairan Natuna.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Agustiyanti
6/1/2020, 15.28 WIB

Presiden Joko Widodo angkat bicara terkait konflik Indonesia-Tiongkok di wilayah Laut Natuna Utara. Menurut Jokowi, tidak ada negosiasi terkait persoalan tersebut.

“Tidak ada yang namanya tawar-menawar mengenai kedaulatan, mengenai teritorial negara kita,” kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Senin (6/1).

Ia juga menilai pernyataan yang diberikan para menterinya terkait sengketa Laut Natuna Utara sudah tepat. “Yang berkaitan dengan Natuna, saya kira seluruh statement yang disampaikan sudah sangat baik,” ujar Jokowi.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD sebelumnya menyampaikan bahwa Indonesia tak akan bernegosiasi terkait kapal-kapal Tiongkok yang berlayar di Laut Natuna Utara. Kapal-kapal tersebut dinilai telah melangga ketetapan United Nations Convention for The Law of The Sea (UNCLOS) atau konvensi Hukum Laut PBB pada 1982. 

(Baca: Ogah Langgar Hukum Internasional, TNI Tak Ladeni Provokasi Tiongkok )

Pemerintah pun menegaskan akan mengusir kapal-kapal Tiongkok jika masih berlayar di Laut Natuna Utara. “Itu daerah kedaulatan kita dan kedaulatan itu harus dijaga oleh kita bersama sebagai bangsa,” kata Mahfud di kantornya, Jakarta, Senin (6/1).

Namun, ia menegaskan tindakan ini bukan berarti Indonesia tengah berperang dengan Tiongkok. Hubungan kedua negara saat ini tetap terjalin baik. “Urusan hubungan dagang, perekonomian, hubungan kebudayaan, hubungan apa pun dilanjutkan seperti biasa,” kata Mahfud.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan meminta agar sengketa Indonesia-Tiongkok di Laut Natuna Utara tidak dibesar-besarkan. Pemerintah juga harus menginstrospeksi diri terkait masalah ini. 

Menurut dia, Indonesia memiliki keterbatasan dalam menjaga Zona Ekonomi Eksklusif atau ZEE tersebut. Oleh karena itu Badan Keamanan Laut atau Bakamla harus diperkuat. 

“Seharusnya kita marah pada diri kita sendiri. Kita belum punya kapal yang cukup. Presiden telah memerintahkan lagi untuk membangun lebih banyak kapal dan coast guard  yang patroli," ucap Luhut di kantornya, Jakarta, Jumat (3/1).

(Baca: Sengketa dengan Tiongkok, Asosiasi Nelayan Kirim 500 Kapal ke Natuna)

Sementara itu, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menanggapi santai terkait persoalan sengketa Indonesia-Tiongkok di Papua. Pemerintah tengah berupaya menyelesaikan persoalan ini dengan baik lantran Tiongkok merupakan negara sahabat. 

“Kita cool saja. Kita santai kok ya," ujar Prabowo.

Guru Besar Hukum Interasional UI Hikmanto Jumawa menjelaskan, sejumlah kejadian menjelaskan Coast Guard dan kapal nelayan Tiongkok memasuki ZEE Indonesia di Natuna Utara. Lokasi ZEE sebenarnya tak  berada di laut teritorial, melainkan laut lepas. 

Namun dalam konsep ZEE, maka sumber daya alam yang ada di wilayah itu diperuntukkan secara eksklusif bagi negara pantai. Ini lah yang disebut hak berdaulat. 

"Dalam konteks yang dipermasalahkan Natuna Utara adalah hak berdaulat, sehingga situasinya bukan akan perang karena pelanggaran kedaulatan. Kalaupun ada pelinatan TNI-AL, ini dalam rangka penegakan hukum," jelas dia. 

Reporter: Dimas Jarot Bayu