Kejagung Cecar Eks Petinggi Jiwasraya Soal Penjualan Asuransi

Adi Maulana Ibrahim | KATADATA
Logo Jiwasraya. Kejaksaan Agung pada hari Senin (31/12) kemarin memeriksa mantan Kepala Pusat Bancassurance PT Asuransi Jiwasraya Eldin Rizal Nasution selama 12 jam. Pemeriksaaan terkait dengan sistem pemasaran, penawaran dan mekanisme penjualan produk asuransi itu.
31/12/2019, 07.41 WIB

Kejaksaan Agung pada hari Senin (30/12) kemarin memeriksa mantan Kepala Pusat Bancassurance PT Asuransi Jiwasraya Eldin Rizal Nasution selama 12 jam. Pemeriksaaan terkait dengan sistem pemasaran, penawaran dan mekanisme penjualan produk asuransi itu.

Eldin hadir di kejaksaan sejak pukul 09.00 WIB hingga 21.17 WIB. Ia mengaku ditanya 20 pertanyaan soal pemasaran produk Bancassurance terkait dengan terkait kemelut Asuransi Jiwasraya.

"Ada yang bisa kami jawab dan ada juga yang tidak (bisa),” kata Eldin usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung, Senin (30/12) malam.

(Baca: KPK Ditantang Usut Kasus Jiwasraya, Skandal Terbesar Setelah BLBI)

Eldin menjelaskan, kejaksaan hanya meminta keterangan soal pemasaran dan bukan pengelolaan keuangan Jiwasraya. Alasannya dia hanya mengurus bidang tersebut. "Kalau kami tidak sampai ke sana karena saya orang sales ya. Jadi cuma banyak cenderung pada distribusi saja," kata dia.

Eldin bukan satu-satunya orang yang diperiksa terkait dugaan korupsi Jiwasraya oleh korps Adhyaksa kemarin. Ada pula nama yaitu Direktur Utama PT Trimegah Stephanus Turangan, Dirut PT Prospera Asset Management Yosep Chandra, serta mantan DIrektur Utama Jiwasraya Asmawi Syam yang diperiksa.

Tetapi ia mengaku tidak mengetahui detail soal pemeriksaan terhadap Asmawi. “Yang saya tahu beliau masuk saya keluar,” ujar dia.

(Baca: Kejaksaan Agung Periksa Tiga Orang Saksi Terkait Kasus Jiwasraya)

Eldin saat ini sudah dikenakan status cekal oleh kejaksaan, namun ia enggan mengatakan kasus ini merupakan korupsi. Dia hanya menyatakan siap bekerja sama jika keterangannya diperlukan penegak hukum. “Kami maunya ini cepat selesai, dari sisi pemasaran bisa kooperatif,” kata dia.

Sejak 17 Desember 2019, Kejaksaan Agung memasuki tahap penyidikan dugaan korupsi pengelolaan dana investasi Jiwasraya dengan perkiraan kerugian negara hingga Agustus lalu mencapai Rp 13,7 triliun. Pengusutan kasus ini setelah Jiwasraya mengalami gagal bayar klaim polis JS Saving Plan sejak Oktober 2018 sebesar Rp 802 miliar. 

Jumlah gagal bayar terus membengkak. Berdasarkan catatan direksi baru, Jiwasraya tak dapat membayar klaim polis yang jatuh tempo pada periode Oktober-November 2019 sebesar Rp 12,4 triliun. Jiwasraya menerbitkan JS Saving Plan pertama kali pada 2013, saat dipimpin oleh Direktur Utama Hendrisman Rahim. 

Hendrisman dibantu oleh De Yong Adrian sebagai Direktur Pemasaran, dan Hary Prasetyo sebagai Direktur Keuangan. Berdasarkan informasi yang dikumpulkan dua orang swasta yang terlibat dalam pengelolaan investasi Jiwasraya berinisial HH dan BT yang diduga merujuk kepada Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputra.

Keduanya diduga memberikan rekomendasi reksa dana saham yang membuat Jiwasraya rugi besar. Kejaksaan menyebutkan Jiwasraya memilih berinvestasi dengan risiko tinggi demi mengejar keuntungan besar. Perseroan menempatkan 22,4% dari aset keuangan atau senilai Rp 5,7 triliun, sebagian besar pada perusahaan dengan kinerja buruk.

"Dari angka itu sebanyak 95% dana kelolaan ditempatkan di saham yang berkinerja buruk," kata Burhanuddin. Selain itu, untuk investasi reksa dana sebanyak 59,1% dari aset finansial atau senilai Rp 14,9 triliun, sebanyak 95% dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja buruk.

Reporter: Tri Kurnia Yunianto