Kejaksaan Agung mulai memeriksa 10 orang yang dicekal dalam penyidikan kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya. Sepuluh orang yang dicekal tersebut terdiri dari mantan direksi dan pihak swasta yang terkait dengan pengelolaan investasi Jiwasraya.
Jaksa Agung RI ST Burhanuddin menyebutkan pemanggilan 10 orang yang berpotensi menjadi tersangka tersebut secara bertahap dimulai pada hari ini. Burhanuddin menargetkan dalam waktu dekat semua saksi dalam kasus Jiwasraya selesai menjalani pemeriksaan.
"Target saya semua segera dipanggil sehingga cepat selesai," kata Burhanuddin di Kejaksaan Agung di Jakarta, Senin (30/12).
(Baca: DPR Akan Bahas Wacana Pembentukan Pansus Jiwasraya Januari 2020)
Sementara itu, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Adi Toegarisman menjelaskan hari ini memanggil dua orang. "Pemanggilan selanjutnya Selasa besok dua orang kemudian pada 6 hingga 8 Januari kami memanggil sekitar 20 orang," kata Adi.
Adi menjelaskan saat ini Kejaksaan Agung akan memadukan semua alat bukti termasuk dokumen dan keterangan saksi untuk disimpulkan sebagai petunjuk.
Kejaksaan sebelumnya menyebutkan 10 orang yang dicekal tersebut berpotensi menjadi tersangka. Burhanuddin menyebutkan inisial sepuluh orang tersebut yakni HR, DYA, HP, MZ, DW, GLA, ERN, HH, BT dan AS. Mereka terdiri dari mantan direksi dan juga pihak swasta yang merekomendasikan investasi Jiwasraya.
(Baca: Kejaksaan Tak Akan Gandeng KPK Usut Kasus Jiwasraya)
Kejaksaan menyebut Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM telah resmi mencekal sejak Kamis malam, 26 Desember 2019. Sejak 17 Desember lalu, Kejaksaan Agung memasuki tahap penyidikan dugaan korupsi pengelolaan dana investasi Jiwasraya dengan perkiraan kerugian negara hingga Agustus lalu mencapai Rp 13,7 triliun.
Pengusutan kasus ini setelah Jiwasraya mengalami gagal bayar klaim polis JS Saving Plan sejak Oktober 2018 sebesar Rp 802 miliar. Jumlah gagal bayar terus membengkak. Berdasarkan catatan direksi baru, Jiwasraya tak dapat membayar klaim polis yang jatuh tempo pada periode Oktober-November 2019 sebesar Rp 12,4 triliun.
Jiwasraya menerbitkan JS Saving Plan pertama kali pada 2013, saat dipimpin oleh Direktur Utama Hendrisman Rahim. Hendrisman di antaranya dibantu oleh De Yong Adrian sebagai Direktur Pemasaran, dan Hary Prasetyo sebagai Direktur Keuangan.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan dua orang swasta yang terlibat dalam pengelolaan investasi Jiwasraya berinisial HH dan BT yang diduga merujuk kepada Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputra. Keduanya diduga memberikan rekomendasi saham reksa dana yang diinvestasikan Jiwasraya dalam jumlah triliunan, namun membuat perusahaan rugi besar.
(Baca: Selain Mantan Direksi Jiwasraya, Kejaksaan Cekal Pengelola Investasi )
Sebelumnya kejaksaan menyebutkan Jiwasraya memilih berinvestasi dengan risiko tinggi demi mengejar keuntungan besar. Perseroan menempatkan 22,4% dari aset keuangan atau senilai Rp 5,7 triliun, sebagian besar pada perusahaan dengan kinerja buruk. "Dari angka itu sebanyak 95% dana kelolaan ditempatkan di saham yang berkinerja buruk," kata Burhanuddin.
Selain itu, untuk investasi reksa dana sebanyak 59,1% dari aset finansial atau senilai Rp 14,9 triliun, sebanyak 95% dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja buruk.