Pemerintah akan membentuk badan khusus yang mengelola bank tanah di antaranya untuk keperluan investor. Badan tersebut akan diatur dalam Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil menjelaskan, pemerintah pusat kerap kesulitan menyediakan tanah untuk investor. Sebab, pengadaan tanah masih terbatas untuk kepentingan umum yang tidak berorientasi pada penciptaan lapangan kerja.
(Baca: Siap Diajukan ke DPR, Pemerintah Revisi 82 UU Lewat Omnibus Law)
Selama ini, untuk memberikan tanah ke investor, pemerintah harus melakukan pembebasan tanah yang membutuhkan waktu bertahun-tahun. Akibatnya, penciptaan lapangan kerja kerap terkendala pada pengadaan tanah.
"Kalau investor datang untuk menciptakan lapangan kerja, mereka minta fasilitas tanah. Tapi, selama ini pemerintah tidak punya tanah," kata dia di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (12/12).
Maka itu, pemerintah menilai perlunya badan khusus yang mengelola bank tanah. Dengan jalan ini, ia berharap investor dapat segera mendapatkan tanah saat diperlukan. Tidak hanya itu, pemerintah dapat memberikan tanah sebagai insentif untuk investor.
(Baca: Banyak Insentif, Omnibus Law Berpotensi Bikin Penerimaan Pajak Seret)
Nantinya, tanah terlantar akan masuk dalam bank tanah yang dikelola badan tersebut. Tanah terlantar adalah tanah yang sudah diberikan hak oleh negara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai dan Hak Pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya.
Sofyan mengatakan, tanah terlantar banyak ditemukan di luar Jawa. Tanah tersebut bisa diambil alih fungsinya dan diberikan kepada investor. Selain itu, tanah tersebut bisa digunakan untuk kepentingan sosial, fasilitas umum, dan fasilitas sosial.
Ketentuan pengambilalihan tanah terlantar telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penerbitan dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. Aturan tersebut menyebutkan, objek tanah yang bisa diambilalih meliputi tanah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan, namun tidak dipergunakan sesuai ketentuan selama tiga tahun.
(Baca: Omnibus Law Bakal Atur Kemudahan PHK dan Jam Kerja Fleksibel)
Selain soal badan pengelola bank tanah, dalam UU Omnibus Law akan ada ketentuan mengenai perpanjangan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Guna Usaha (HGU). Sebab, investor merasa adanya ketidakpastian untuk perpajangan sertifikat HGU dan HGB. "Misalnya perpanjangan dan pembaharuan tanah bisa dinyatakan secara eksplisit sehingga ada kepastian," ujar dia.
Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, masa berlaku HGB maksimal 30 tahun dan dapat diperpanjang maksimal selama 20 tahun. Sedangkan, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, HGU memiliki jangka waktu maskimal 35 tahun dan dapat diperpanjang maksimal 25 tahun di atas tanah yang sama.