Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD berharap jeda waktu pencalonan mantan narapidana korupsi selama lima tahun dapat berlaku di semua jenis pemilihan umum (pemilu). Artinya, aturan tersebut tak hanya diterapkan di pemilihan kepala daerah, namun pemilihan presiden dan pemilihan calon anggota legislatif.
Mahkamah Konstitusi (MK) hari Rabu (11/12) telah mengabulkan sebagian uji materi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada., khususnya Pasal 7 ayat (2) huruf g. Dalam putusannya, MK menyatakan mantan terpidana korupsi baru bisa mencalonkan diri dalam Pilkada setelah melewati lima tahun usai menjalani hukumannya.
Mahfud mengatakan putusan MK tersebut hanya bisa diterapkan di Pilkada. Sebab, aturan yang digugat ke MK adalah aturan main pemilihan di tingkat daerah.
"Saya berharap itu juga berlaku buat DPR, DPD dan semua pejabat yang dipilih rakyat," kata Mahfud di Jakarta, Rabu (11/12).
(Baca: KPK Kritik KPU yang Bolehkan Eks Narapidana Koruptor Ikut Pilkada)
MK menetapkan putusan tersebut lantaran fakta empirik bahwa aturan mantan napi terbuka kepada publik tak menjamin mereka tidak mengulangi tindak pidana. Melihat kenyataan tersebut, MK tak memberikan toleransi terhadap hal tersebut di alam demokrasi.
MK juga menyatakan bahwa hakikat demokrasi tidak semata-mata kepada siapa yang memperoleh sesuatu dengan suara terbanyak, maka dia yang menjadi pemimpin. Tapi juga tujuan akhir yang hendak diwujudkan, yaitu hadirnya pemerintahan yang mampu memberikan pelayanan publik yang baik.
“Sehingga memungkinkan kehadiran kesejahteraan," kata anggota Majelis Hakim MK Suhartoyo dalam putusannya.
(Baca: Jokowi Ditanya Siswa SMK: Mengapa Tak Tegas Hukum Mati Koruptor?)
Namun MK menolak permintaan pemohon yakni Indonesia Corruption Watch dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang meminta masa jeda waktu selama 10 tahun. Hal tersebut menyesuaikan mekanisme lima tahunan dalam Pemilu, sebagaimana putusan MK Nomor 04/PUU-XII/2009.