Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto mengklaim dirinya telah berhasil menyelamatkan partai dari keterpurukan akibat dualisme kepengurusan pasca-Pilpres 2014 dan kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto.
Hal itu Airlangga sampaikan saat membacakan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Kepengurusan DPP Golkar periode 2017-2019 dalam Musyawarah Nasional (Munas) di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Rabu (4/12).
(Baca: Mundur Jadi Calon Ketum Golkar, Bamsoet Bantah Dapat Intervensi Istana)
Airlangga mengatakan, kondisi Golkar sebelum dirinya terpilih dalam Munas Luar Biasa (Munaslub) 2017 cukup buruk. Pada 2014-2016, Golkar terbelah akibat adanya dualisme kepengurusan, baik di tingkat pusat maupun daerah.
“Dalam situasi semacam itu, konsolidasi organisasi, kaderisasi, dan pembinaan tidak berjalan sebagaimana mestinya,” kata dia.
Akibat dualisme kepengurusan, Golkar hampir saja tak bisa mengusung calon kepala daerah dalam Pilkada 2015. Sebab, tak ada kesepakatan dari dua kepengurusan Golkar yang berbeda.
Kedua kepengurusan Golkar akhirnya membuat kompromi atas calon kepala daerah di Pilkada 2015. Namun, waktu bagi para calon kepala daerah untuk mempersiapkan strategi pemenangan Pilkada menjadi terbatas.
(Baca: Jokowi: Kalau Bisa Intervensi Pemilihan Ketum Golkar, Jagoan Benar)
“Sehingga tingkat kemenangan yang diraih dalam Pilkada 2015 di bawah 50%, jauh dari target yang diharapkan. Tidak sedikit juga kader-kader Golkar yang maju dalam Pilkada tersebut diusung oleh partai lain,” ujarnya.
Persoalan dualisme kepengurusan Golkar selesai ketika Munaslub 2016 memilih Setya Novanto menjadi Ketua Umum. Meski demikian, Airlangga menyebut kerja organisasi tak berjalan lama akibat terjeratnya Setya dalam kasus korupsi e-KTP.
Selain itu, Golkar menjadi bulan-bulanan berita negatif oleh media. “Sehingga citra dan elektabilitas Partai Golkar merosot cukup tajam dalam situasi krusial tersebut,” kata dia..
Setelahnya, Airlangga terpilih sebagai Ketua Umum Golkar melalui Munaslub 2017. Airlangga mengaku langsung membuat strategi kreatif untuk menarik simpati publik lewat jargon “Golkar Bersih, Golkar Bangkit”.
Golkar, kata dia, juga membuat kebijakan untuk memberhentikan siapa pun kadernya yang terlibat dalam kasus korupsi. “Kami menunjukkan kepada publik bahwa Golkar punya komitmen terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia,” ucapnya.
Dari upaya tersebut, Airlangga menyebut Golkar mampu bertahan sebagai pemenang kedua dalam Pileg 2019. Partai berlambang pohon beringin tersebut berhasil meraih 85 kursi di DPR.
Padahal, Airlangga menyebut banyak pengamat politik ketika itu memprediksi Golkar akan turun ke posisi ketiga di bawah PDIP dan Gerindra. “Namun ternyata perolehan kursi Golkar di luar perkiraan banyak pihak,” kata dia.