Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta penjelasan Pertamina mengenai proses transisi Blok Rokan. Sebab, perusahaan pelat merah tersebut belum juga berinvestasi di Blok Rokan.
Padahal, Luhut menilai masa transisi idealnya dimulai dua tahun sebelum alih kelola blok tersebut pada 2021."Jadi diputuskan, kalau iya ya iya, kalau tidak ya tidak, jangan seperti itu," kata Luhut di Gedung Kemenko Maritim, Senin (2/11).
Lebih lanjut Luhut menyatakan tidak ada alasan bagi Pertamina tidak bisa berinvestasi lebih awal di blok migas yang berada di Riau itu. Untuk itu, pihaknya dalam waktu dekat ini akan membicarakan kelanjutan proses transisi dengan Pertamina dan Chevron Pacific Indonesia.
Chevron merupakan operator Blok Rokan hingga 2021. "Ada peluang, sangat ada. Opsinya belum tahu, nanti kami bicarakan. Kami juga mau biar cepat, siapa yang investasi, apakah Chevron, apakah Pertamina, saya mau kalau bisa sih Pertamina biar cepat." ujarnya.
(Baca: Luhut: Teknologi EOR dapat Sedot Minyak hingga 1,6 miliar Barel )
Sebelumnya, Pertamina menyatakan pesimistis bisa berinvestasi di blok migas tersebut mulai tahun depan. Secara hukum, Pertamina baru dapat masuk di Blok Rokan setelah kontrak Chevron berakhir pada Agustus 2021.
Pertamina pun sudah berdiskusi dengan Chevron dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) terkait skema bisnis dalam proses transisi Blok Rokan. Namun, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan belum ada titik temu dalam diskusi tersebut.
"Secara hukum belum bisa masuk. Ini yang sedang dibahas," kata Nicke di Ruang Komisi VII DPR RI, (28/11).
Padahal, transisi dari Chevron ke Pertamina yang dipercepat ini untuk menahan laju penurunan produksi secara alamiah atau decline di Blok Rokan. Apalagi, Chevron disebut-sebut enggan berinvestasi di blok tersebut jelang berakhirnya masa kontrak.
(Baca: Pertamina Pesimistis Bisa Mengebor Blok Rokan Tahun Depan)