Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) tak sepakat dengan wacana pemerintah membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) melalui rancangan Undang-undang (RUU). Sebab, pembentukan KKR lewat RUU dinilai bakal memakan waktu dan proses yang lama di parlemen.
"Harus masuk Prolegnas lagi, kemudian pembahasan di parlemen lagi cukup panjang," kata Wakil Koordinator Kontras Feri Kusuma di A-One Hotel, Jakarta, Selasa (26/11).
Menurut Feri, KontraS sudah sejak lama mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menerbitkan kebijakan mengenai KKR di tingkat presiden. Dengan demikian, Jokowi tak perlu lagi berencana membentuk RUU KKR.
(Baca: Bentuk KKR, Mahfud MD Bakal Undang Keluarga Korban Pelanggaran HAM)
Pemerintah, lanjut Feri, hanya perlu menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk membentuk KKR. "Apapun namanya boleh KKR, boleh nama lain. Pokok intinya landasan hukum cukup dengan Peraturan Presiden. Tak perlu lagi UU," kata Feri.
Lebih lanjut, dia meminta pembentukan KKR nantinya tak mengesampingkan mekanisme yudisial. Sebab, hal tersebut tetaplah penting dalam dalam penuntasan kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Feri juga meminta KKR nantinya dapat mengungkap rentetan peristiwa pelanggaran HAM masa lalu. "Perlu juga adanya reparasi bagi korban bisa dalam bentuk rehabilitasi, kompensasi, dan jaminan ketidaberulangan ke depannya," ucap Feri.
Untuk diketahui, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD mengatakan, pemerintah saat ini tengah menyiapkan RUU tentang KKR. Rencananya, RUU KKR bakal dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas 2020.
(Baca: Pemerintah Didesak Ratifikasi Konvensi Anti-Orang Hilang)
KKR sebelummnya sempat dibentuk melalui UU Nomor 27 Tahun 2004. Namun, UU tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). RUU KKR kemudian sempat masuk kembali di Prolegnas pada 2 Februari 2015 dan telah sampai pembahasan tingkat II di DPR. Namun, hingga kini belum juga disahkan.
"Harus masuk Prolegnas dulu. Prolegnas masih akan disahkan tanggal 18 Desember 2019 untuk berlaku tahun 2020," kata Mahfud di kantornya, Jakarta, Senin (25/11).
Adapun, Mahfud bakal mengundang keluarga korban pelanggaran HAM dan para lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk dimintai masukan terkait RUU KKR. Ini sebagaimana rekomendasi Komnas HAM dan berbagai LSM yang fokus menangani masalah pelanggaran HAM masa lalu.
Dengan demikian diharapkan, penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu melalui KKR bisa lebih komprehensif. "Pasti semua elemen terkait diundang. Semua akan kami dengar," kata Mahfud.
Kendati memberikan ruang masukan bagi seluruh elemen masyarakat, Mahfud pun mengingatkan seluruh pihak harus bersikap adil dan terbuka serta tak boleh ada yang memaksakan kehendak masing-masing.