Sebagian peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan atau BPJS mandiri di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta mulai menurunkan kelas kepesertaan. Langkah ini dipicu setelah terbit kenaikan premi yang akan berlaku mulai Januari 2020.
Kepala Cabang BPJS Kesehatan Kulon Progo Agus Tri Utomo mengatakan kepesertaan BPJS Mandiri sudah banyak yang turun kelas. “Kami belum merekap persentasenya. Yang jelas, sejak dikeluarkan kebijakan kenaikan premi BJPS, peserta mulai mendatangi kantor untuk mengurus penurunan kelas,” kata Agus di Kulon Progo, Jumat (8/11).
Kenaikan premi BPJS Kesehatan tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Untuk peserta mandiri, iuran kelas III semula Rp 25.500 per bulan menjadi Rp 42 ribu, kelas II naik dari Rp 51 ribu ke Rp 110 ribu, dan tarif kelas I berubah dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu.
Terkait Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tersebut, menurut Agus, pihaknya sudah menerima informasinya. Meski demikian, pihaknya belum mensosialisasikan kebijakan kenaikan premi BPJS Kesehatan kepada masyarakat karena ketentuannya belum ada, sudah bisa disosialisasikan atau belum. “Nanti tetap disosialisasikan. Kami hanya menunggu perintah saja,” ujarnya.
(Baca: Pembayaran Klaim BPJS Telat, Asosiasi Rumah Sakit Swasta Adukan ke DPR)
Sebelumnya, Pelaksana tugas Kepala Dinas Kesehatan Kulon Progo Sri Budi Utami mengatakan Pemerintah Kabupaten akan meningkatkan anggaran jaminan kesehatan dari Rp 13 miliar menjadi Rp 28 miliar pada 2020. Peningkatan anggaran ini untuk mengantisipasi dampak kenaikan premi BPJS Kesehatan.
Ia memprediksi dampak kebijakan kenaikan premi BPJS Kesehatan sangat terasa dalam penganggaran jaminan kesehatan melalui APBD kabupaten. “Pada 2019, anggaran kesehatan untuk masyarakat Kulon Progo sebesar Rp 13 hingga 14 miliar melalui peserta bantuan iuran BPJS dari APBD kabupaten,” kata Sri Budi Utami.
Saat ini, jumlah peserta bantuan iuran BPJS dari APBD kabupaten 54 ribu jiwa, belum termasuk PBI BPJS dari APBN yang totalnya mencapai 56 ribu jiwa. Dinas Kesehatan masih memvalidasi penerima PBI BJPS Kesehatan dari anggaran kabupaten. Harapannya bantuan tersebut tepat sasaran.
Validasi data juga berfungsi untuk acuan pengambilan kebijakan kesehatan masyarakat. “Kami secara intensif berkoordinasi dengan Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) soal ketersediaan anggaran. Kenaikan premi BPJS naik signifikan, di luar prediksi dan di luar perencanaan anggaran,” kata Sri Budi.
(Baca: Pembayaran Klaim BPJS Telat, Asosiasi Rumah Sakit Swasta Adukan ke DPR)
Menurut dia, dana Rp 28 miliar sudah termasuk anggaran cadangan bagi masyarakat Kulon Progo, khususnya warga kurang mampu. Hal ini untuk mencegah masyarakat miskin tidak mendapat jaminan meski bisa dimasukkan dalam Jamkesos yang merupakan program Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Berdasarkan data BPJS Kesehatan, peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mencapai 196,66 juta jiwa. Jumlah tersebut setara 74 % dari jumlah penduduk Indonesia yang diperkirakan mencapai 265 juta jiwa pada 2018. Rinciannya bisa terlihat dari grafik Databoks berikut ini:
Peserta BPJS Kesehatan terbesar merupakan penerima bantuan iuran (PBI) yang dibiayai oleh APBN, yakni 92,27 juta jiwa atau sekitar 46,92 % dari total peserta. Peserta dari Pekerja Penerima Upah (PPU) swasta 27,92 juta jiwa (14,2%) dan Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) 27,65 juta jiwa (14,06%).