Bertemu Mendag AS, Jokowi Bidik Perdagangan RI Tembus Rp 842 T di 2024

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Menteri Perdagangan Amerika Serikat Wilbur Ross (kiri) menyapa wartawan saat tiba di kantor Kemenko Perekonomian di Jakarta, Rabu (6/11/2019). Presiden Jokowi menargetkan nilai perdagangan Indonesia ke AS naik dua kali lipat pada 2024.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Ekarina
6/11/2019, 20.14 WIB

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima kunjungan dari Menteri Perdagangan Amerika Serikat (AS) Wilbur Ross di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (6/11). Pertemuan tersebut dilakukan dalam rangka meningkatkan hubungan bilateral Indonesia-AS, khususnya di bidang perdagangan dan investasi.

“Pada level Presiden, pembahasannya mengenai masalah komitmen (hubungan bilateral Indonesia-AS),” kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi usai pertemuan.

(Baca: Bertemu Mendag AS, Luhut Ajak Tesla Bangun Pabrik Baterai Litium)

Menurut Retno, Jokowi dalam pertemuan tersebut berharap agar nilai perdagangan Indonesia ke Negeri Paman Sam bisa mencapai US$60 miliar  atau Rp 842 triliun (asumsi kurs Rp 14.032  per dolar AS) pada 2024. Saat ini, nilai perdagangan Indonesia ke AS sebesar US$ 30 miliar atau Rp 421 triliun.

“Presiden mengharapkan dalam lima tahun ke depan mudah-mudahan kita bisa men-double angka tersebut,” ujar Retno.

Selain itu, Retno menyebut Jokowi menginginkan agar AS bisa menjadi mitra Indonesia dalam pengembangan infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM).

Negosiasi GSP 

Dalam kesempatan tersebut, Jokowi bersamaWilbur Ross juga membahas terkait fasilitas preferensi tarif bea masuk impor (Generalized System of Preferences/GSP) untuk Indonesia.

Retno menjelaskan, pembahasan yang dilakukan terkait fasilitas GSP berjalan lancar. Indonesia pun telah sepakat untuk mengirimkan tim ke AS untuk bernegosiasi masalah tersebut agar menghasilkan kesepakatan yang saling menguntungkan. “Ini akan selesai dengan baik, dengan win-win,” kata Retno.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pembahasan soal fasilitas GSP untuk Indonesia saat ini mencapai 80%. Salah satu hal yang belum selesai terkait dengan pelonggaran kewajiban Visa dan Mastercard bekerja sama dengan prinsipal lokal terkait penyelesaian transaksi kartu kredit dalam Gerbang Pembayaran Nasional (GPN).

Terkait hal tersebut, pemerintah akan segera menbahasnya dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “Sehingga bisa diselesaikan sebelum natal,” kata Airlangga.

Pemerintah AS telah memberikan fasilitas GSP kepada 121 negara dengan total 5.062 postarif 8-digit. Dari jumlah tersebut, sebanyak 3.572 pos tarif Indonesia tercatat mendapatkan fasilitas GSP.

(Baca: Lima Komoditas Indonesia Kembali Dapat Insentif Bea Masuk GSP dari AS)

Program GSP digulirkan untuk membantu produsen AS mendapatkan produk yang dibutuhkan untuk produksi mereka. Di saat yang sama, program tersebut juga bertujuan untuk mendorong ekspor negara-negara berkembang ke pasar Amerika Serikat.

Namun, sejak April 2018, pemerintah AS mengkaji eligibilitas negara penerima GSP. Dalam Federal Register Vol. 83 tanggal 27 April 2018, AS menginisiasi GSP Country Practice Review terhadap Indonesia, India, dan Kazakhstan.

Pemerintah Indonesia secara konsisten terus melakukan berbagai upaya dan pendekatan ke Pemerintah AS agar program tersebut tetap berlaku bagi Indonesia.

Berdasarkan catatan Kementerian Perdagangan, pada 2018 dari total ekspor Indonesia ke AS sebesar US$ 18,4 miliar, komoditas ekspor RI yang menggunakan fasilitas GSP sebanyak US$ 2,13 miliar.

Dengan pemanfaatan fasilitas tersebut, Indonesia  disebut mampu menghemat US$ 101,8 juta. Angka ini meningkat sebesar US$ 23 juta atau 29% dibandingkan 2017 yang tercatat sebesar US$ 78,8 juta.

Adapun produk ekspor utama Indonesia yang diekspor ke AS menggunakan skema GSP di antaranya yaitu ban mobil (US$ 138 juta), kalung emas (US$ 126,6 juta), asam lemak (US$ 102,3 juta), tas tangan dari kulit(US$ 4,8 juta), dan aksesori perhiasan (US$ 69 juta).

Reporter: Dimas Jarot Bayu