Fenomena peserta turun kelas pelayanan akibat naiknya iuran BPJS Kesehatan membuat pengelola rumah sakit gelisah. Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) khawatir dengan naiknya iuran BPJS Kesehatan, bakal menyebabkan pelayanan rumah sakit tidak maksimal.
Dengan kapasitas ruang perawatan yang terbatas, banyaknya peserta BPJS Kesehatan yang turun kelas bisa membuat pasien terlantar. "Kalau penurunan kelas terjadi, kekhawatiran kami, akan makin banyak perserta (BPJS Kesehatan) yang tidak tertangani oleh rumah sakit," kata Anggota Persi, Hermawan Saputra dalam diskusi di Jakarta pada Sabtu (2/11).
Menurutnya, saat ini saja, banyak rumah sakit yang kehabisan kamar di kelas 3. Menurut Hermawan, hal itu disebabkan adanya rujukan perjanjian sehingga rumah sakit harus menampung semua kasus.
Ia khawatir, kenaikan tarif yang akan berlaku pada Januari 2020 akan membuat lebih banyak lagi peserta BPJS Kesehatan kelas 3. "Kalau semua turun ke kelas 3, bayangkan betapa limbungnya rumah sakit untuk menyiapkan," ujarnya.
(Baca: Iuran Naik dan Kecenderungan Peserta BPJS Kesehatan Turun Kelas)
Menanggapi hal tersebut, Kepala Humas BPJS Kesehatan, M. Iqbal Anas Ma'ruf menyatakan bahwa saat ini memang porsi peserta BPJS Kesehatan memang mayoritas berasal dari kelas 3. Namun, dengan adanya potensi penurunan kelas setelah kenaikan tarif, Iqbal berharap pihak rumah sakit dapat kembali memperhitungkan fasilitas-fasilitasnya.
"Rumah sakit lebih mudah memperhitungkan berapa dan mengkalkulasi harus menyiapkan kasur misalnya, atau fasilitas lainnya yang sudah cukup apa saja," kata Iqbal pada kesempatan yang sama.
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Iuran peserta mandiri kelas 1 dan 2 naik dua kali lipat dari Rp 80 ribu dan Rp 55 ribu menjadi Rp 160 ribu dan Rp 110 ribu. Sedangkan untuk peserta kelas 3, naik dari Rp 25 ribu menjadi Rp 42 ribu.
(Baca: Naik 100%, Iuran Peserta BPJS Kesehatan Masih di Bawah Keekonomian)
Salah seorang peserta BPJS Kesehatan, Tutik Marsudi (44 tahun) menyatakan keberatan membayar iuran yang naik 100%. Ibu tiga anak ini merupakan peserta mandiri kelas 1. “Sekarang untuk satu keluarga saya membayar Rp 320 ribu, kalau nanti naik jadi Rp 640 ribu rasanya terlalu berat,” katanya di Jakarta, Jumat (1/11).
Tutik pun berencana untuk turun kelas menjadi kelas 2 yang tarif iurannya akan naik dari Rp 55 ribu menjadi Rp 110 ribu per orang. “Ini pun kalau dihitung naik juga dibanding tarif lama kelas 1 yang Rp 80 ribu per bulan, tapi masih terjangkau lah,” ujarnya.