Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan bahwa kenaikan iuran BPJS Kesehatan merupakan pilihan terakhir untuk menjamin layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tetap berjalan dan berkelanjutan.
“Saya sudah bolak-balik bicara BPJS Kesehatan. Sudah 150 kali membicarakan BPJS, dan selama itu, penyesuaian iuran BPJS itu merupakan the last option, pilihan terakhir," kata Mardiasmo di Jakarta, Senin (7/10).
Mardiasmo menjelaskan terdapat tiga hal yang harus dilakukan dalam menjamin keberlanjutan pelayanan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Dia menekankan bahwa kenaikan iuran adalah pilihan ketiga.
Pilihan pertama, papar dia, adalah perbaikan sistem dan manajemen JKN, sedangkan pilihan yang kedua adalah mengelola pengeluaran dalam pelayanan.
(Baca: Kemenkeu Sebut Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Berpeluang Lebih Kecil)
"Dua hal itu adalah yang utama yang harus diperhatikan dan perlu diperbaiki. Peserta harus valid, dan mereka benar-benar membayar iuran. Dalam hal pelayanan juga harus tepat, jangan ada fraud," imbuhnya.
Langkah lain untuk pengelolaan JKN ke depan, kata dia, dengan meningkatkan sinergitas antarlembaga yaitu BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Jasa Raharja, Asabri dan lain-lain agar tidak saling tumpang tindih. Selain itu, pemerintah daerah juga harus berkomitmen membangun sinergitas dalam jaminan kesehatan sosial yang dilaksanakan secara nasional.
Mardiasmo mengingatkan bahwa prinsip dasar JKN adalah yang kaya membantu yang miskin dan yang sehat membantu yang sakit. "Prinsip gotong royong itulah yang ingin kita kedepankan," tegas dia.
(Baca: Iuran Tak Naik, Defisit BPJS Kesehatan Capai Rp 77 Triliun pada 2024)
Saat ini prinsip gotong royong dalam menjalankan JKN belum terealisasi dikarenakan sistem manajemen yang belum berjalan dengan baik. Mardiasmo mencontohkan saat ini peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang notabene merupakan masyarakat miskin dan dibiayai oleh pemerintah lebih sedikit memanfaatkan layanan JKN-KIS.
Sementara segmen peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) yang menunggak membayar iuran dengan kolektabilitas atau kepatuhan membayarnya hanya 50 persen dari 32 juta jiwa merupakan kalangan yang paling banyak menggunakan layanan kesehatan.
“Lebih lagi, layanan kesehatan yang dimanfaatkan berasal dari penyakit berbiaya tinggi,” pungkas Mardiasmo.
(Baca: Gantikan Puan, Menko Darmin Akan Lanjutkan Rencana Kenaikan Iuran BPJS)