Bertemu Jokowi di Bogor, Parpol Minta Perppu KPK Jadi Opsi Terakhir

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani mengatakan lima partai politik menyarankan Presiden Joko Widodo tidak langsung menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang KPK. Saran disampaikan saat pertemuan Jokowi dengan parpol pengusung di Bogor, Senin (29/9).
1/10/2019, 13.33 WIB

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengadakan pertemuan dengan lima pimpinan partai politik pendukung pemerintah di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (30/9) malam. Kelima partai tersebut, yakni PDIP, Golkar, Nasdem, PKB, dan PPP.

Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani mengatakan, pertemuan tersebut salah satunya membahas mengenai polemik Undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru disahkan. Arsul menjelaskan kelima partai politik menyarankan Jokowi tidak langsung menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang KPK.

Jokowi, kata Arsul, bisa mencari opsi lainnya untuk mengubah UU KPK. Contohnya dengan melalui legislative review di DPR periode 2019-2024 atau uji materiil (judicial review) di Mahkamah Konstitusi (MK).

“Tentu (lima) partai politik menyampaikan bahwa opsi Perppu harus menjadi opsi paling terakhir karena ada opsi lainnya yang mesti di-eksplor juga,” kata Arsul di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (1/10).

(Baca: Politikus Pengusung Jokowi Kompak Sebar Wacana Anti-Perppu KPK )

Arsul mengaku menghormati para tokoh yang menyampaikan usulan penerbitan Perppu KPK kepada Jokowi. Hanya saja, dia meminta agar Jokowi mengingat juga peran partai politik pendukungnya.

Menurut Arsul, parpol pengusung juga merepresentasikan suara masyarakat. “Tidak mungkin rakyat akan memercayakan partai politik yang ada di parlemen kalau semua dianggap mengkhianati aspirasi rakyat,” kata Arsul.

Para politikus pengusung Joko Widodo (Jokowi) di pemilihan presiden 2019 kompak mencegah presiden menerbitkan Perppu UU KPK.

Sebelumnya, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDIP, Arteria Dahlan, menyatakan Jokowi dapat melakukan perbuatan melanggar hukum atau inkonstitusional jika menerbitkan Perppu KPK. Arteria menilai tidak ada landasan hukum yang jelas untuk menerbitkan Perppu KPK.

“Pertanyaannya apakah kondisi objektif saat ini mewajibkan seorang Presiden untuk menerbitkan Perppu?” kata Arteria di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (30/9).

Pernyataan Arteria ini memperkuat wacana yang disampaikan Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto. Hasto menilai sebaiknya pemerintah melaksanakan UU KPK terbaru terlebih dahulu. Setelah UU dilaksanakan, kata Hasto, pemerintah dapat mengevaluasinya.

"UU kan baru saja disahkan. Yang akan berlaku satu bulan setelah disahkan itu secara efektif. Dengan demikian, kita harus kaji semuanya secara jernih," kata Hasto di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Sabtu, dikutip dari Antara.

Sementara itu Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar Akbar Tandjung pun menilai bila Jokowi ingin menerbitkan Perppu tentang KPK harus memiliki alasan kuat yaitu memenuhi unsur kondisi genting dan memaksa.

Jokowi mulai membuka peluang untuk menerbitkan Perppu KPK setelah mendengar masukan sejumlah tokoh masyarakat di Istana Merdeka, Jakarta, pada Kamis (26/9). Padahal beberapa hari sebelumnya menganggap tak ada urgensinya menerbitkan aturan tersebut.

(Baca: Usai Bertemu 40 Tokoh Senior, Jokowi Buka Peluang Terbitkan Perppu KPK)

Mantan Walikota Solo itu mengatakan pemerintah akan mengkaji Perppu KPK terutama dari sisi politik. Kajian bakal dilakukan secepat mungkin dan akan disampaikan kepada para tokoh masyarakat.

 “Tentu saja ini akan kami segera hitung, kalkulasi, dalam waktu secepat-cepatnya,” kata Jokowi.