RUU Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan, Berpihak ke Petani Kecil

Kementerian Pertanian
Penulis: - Tim Publikasi Katadata
Editor: Arsip
25/9/2019, 18.28 WIB

Jakarta -- Kementerian Pertanian menyosialisasikan RUU tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan kepada  pemangku kepentingan sektor pertanian, pasca RUU tersebut disahkan. Sosialisasi juga dilakukan Kementan atas RUU Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Kedua RUU merupakan inisiatif DPR RI.

“Penyusunan RUU ini didasarkan pada upaya untuk meningkatkan peran petani dalam pembangunan pertanian dengan tidak mengesampingkan perlindungan kepada masyarakat,” ungkap Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, saat menyampaikan sambutan acara sosialisasi dua RUU di Kantor Pusat Kementan, Jakarta, Rabu (25/9/19).

Amran menegaskan pemerintahan Jokowi berkomitmen kuat berpihak kepada petani kecil, dengan memastikan mereka akan semakin dilindungi lewat RUU Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan. Sebab, RUU mengamanatkan, pemerintah wajib berupaya untuk meringankan beban petani kecil berlahan sempit yang budidaya tanamannya gagal panen karena bencana alam. “Sebagaimana diatur dalam pasal 57, Pemerintah pusat dan daerah wajib berupaya untuk meringankan beban Petani kecil yang mengalami gagal panen yang tidak ditanggung oleh asuransi Pertanian,” tandas Amran.

Petani kecil akan mendapatkan prioritas dalam subsidi pupuk. Pada RUU yang baru, disebutkan Pemerintah dan Pemda dapat mendanai sarana budidaya pertanian untuk petani kecil sesuai dengan program Pengentasan kemiskinan, Kedaulatan pangan, Pemberantasan narkoba, Penanggulangan terorisme dan subsidi pupuk.

"Jadi tidak benar bila dikatakan RUU ini tidak berpihak pada petani kecil. Pemerintah mengatur ini agar ruang inovasi petani terbuka dan dilindungi UU," tambah Amran.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Ketahanan Pangan Agung Hendriadi menyebutkan penyusunan RUU ini dimulai dengan naskah akademik yang mendalam oleh DPR RI. Agung mengatakan proses penyusunan melibatkan para ahli dari berbagai perguruan tinggi, para pakar, pemerhati pertanian, praktisi, dan pelaku usaha, kalangan organisasi profesi, serta organisasi kemasyarakatan. Begitu pula pemerintah menyiapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU ini.

Budidaya pertanian pada saat ini masih mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Pasca penerbitan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, substansi mengenai hortikultura dan perkebunan tidak lagi mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992. Sebab, substansi mengenai pupuk, pestisida, dan alat dan mesin pertanian belum diatur dalam Undang-Undang tersebut.

"Substansi pupuk, pestisida, dan alat dan mesin pertanian secara garis besar diatur dalam RUU ini,” tegas Agung.

Selain itu menurut Agung, RUU ini juga melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 99/PUU-X/2012, yang mengecualikan petani kecil dari perizinan dalam melakukan pencarian dan pengumpulan sumber daya genetik.

Wasekjen Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Arif Rahman menyambut positif hadirnya RUU tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan. Menurutnya, RUU ini akan makin mendorong petani untuk berinovasi dengan menghasilkan varietas-varietas baru.

“Menurut saya RUU ini sangat membantu petani kecil. Kita temui di daerah banyak petani yang melakukan pemuliaan benih. Jadi dengan adanya RUU ini akan mendorong inovasi di tingkat petani,” jelas Arif.

Sekjen Asosiasi Perbenihan Indonesia (Asbenindo) Nana Laksana Ranu melihat RUU tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan akan menjadi rambu-rambu yang harus diikuti oleh industri benih dalam negeri dan multinasional.

“Asbenindo mendukung hal-hal yang akan membawa kemajuan pertanian untuk menuju peningkatan produksi dan kelestarian lahan pertanian. Perlindungan terhadap hasil penelitian harus betul-betul dihargai,” jelas Nana. Menurutnya, dengan RUU ini, riset dalam negeri akan mendapat tempat yang terhormat di rumahnya sendiri