Tolak UU KPK, Banyak Akademisi & Koalisi akan Ajukan Uji Materi ke MK

ANTARA FOTO / Irwansyah Putra
Aktivis yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil Aceh berorasi pada aksi mendukung KPK dan menolak revisi UU KPK di Taman Bustanul Salatin, Banda Aceh, Aceh, Selasa (17/9/2019). Koalisi masyarakat sipil Aceh menentang segala bentuk upaya yang melemahkan dan mereduksi kewenangan KPK dalam pemberantasan korupsi.
Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Ekarina
19/9/2019, 09.28 WIB

Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar memperkirakan bakal banyak akademisi dan koalisi masyarakat sipil seluruh Indonesia akan mengajukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itu tersebut terkait Undang Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah disahkan DPR.

"Karena sudah beberapa ribu akademisi yang menolak RUU KPK," kata Abdul usai diskusi di Jakarta, Rabu, (18/9). 

Seiring dengan rencana pengajuan uji materi di MK, ia pun berharap hal itu bisa dikabulkan oleh Hakim MK. Para hakim MK dinilai memiliki integritas dan karakter kuat untuk melakukan perubahan poin UU KPK yang selama ini dianggap kontroversial. 

(Baca: Pengamat Sebut Revisi UU Pemasyarakatan Langgengkan Korupsi)

Ia pun mengaku siap apabila nantinya diminta koalisi masyarakat sipil ataupun akademisi lainnya untuk bergabung guna mengajukan uji materi tersebut di MK. Akan tetapi, untuk saat ini pihaknya tengah fokus bertindak sebagai ahli untuk membantu proses peradilan. 

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah sebelumnya sepakat mengesahkan revisi Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK ) lewat rapat Paripurna, Selasa (17/9). Pengesahan UU KPK ini menuai kontroversi karena muncul mendadak dan terburu-buru di masa akhir jabatan DPR periode 2014-2019.

(Baca: Ada UU KPK Baru, Pengusutan Kasus Korupsi Migas Terancam Makin Lambat)

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Feri Amsari menyatakan pembahasan UU KPK ini bertentangan dengan Pasal 45 ayat (1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pengesahan UU KPK tersebut melanggar hukum karena revisi UU KPK tidak termasuk dalam Program Legislasi Nasional 2019 yang disepakati bersama antara DPR dan Pemerintah.

"Proses ini bertentangan dengan prosedur yang seharusnya diterapkan dalam pembentukan UU yakni berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2011," kata Feri ketika dihubungi katadata.co.id, Selasa, (17/9).

Feri meyakini bahwa MK akan membuat keputusan untuk pembenahan lembaga yang independen seperti KPK. Sehingga, masyarakat masih memiliki peluang untuk membatalkan revisi UU KPK tersebut. Kendati, beberapa hakim konstitusi dipilih langsung oleh Presiden Joko Widodo. "Kita harus yakin MK itu punya jiwa kebatinan untuk melindungi konstitusi," kata Feri.

Reporter: Fahmi Ramadhan