Upaya Memadamkan Kebakaran Hutan, Racun Api hingga Hujan Buatan

ANTARA FOTO/Ahmad Rizki Prabu
Tim Manggala Agni memadamkan kebakaran lahan gambut di desa Pulau Semambu, Ogan Ilir, Sumatera Selatan, Selasa (6/8/2019). Presiden Joko Widodo menginstruksikan kesejumlah instansi terkait untuk segera mengatasi kebakaran hutan dan lahan yang intensitasnya meningkat dibanding tahun 2018.
Penulis: Hari Widowati
18/9/2019, 11.22 WIB

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terjadi setiap tahun ketika musim kemarau melanda. Sejak 1 Januari hingga 15 September 2019, luas karhutla mencapai 328.722 hektare (ha).

Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), karhutla tahun ini telah menyebabkan korban satu orang tewas dan delapan orang lainnya harus mengungsi. Puluhan ribu orang lainnya menderita penyakit yang disebabkan oleh kabut asap karhutla, sebagian besar adalah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut upaya pemadaman karhutla, khususnya di Provinsi Riau, telah maksimal. Upaya yang dilakukan termasuk menerjunkan 5.600 pasukan tambahan untuk memadamkan api lewat darat hingga menyiram air lewat helikopter (water bombing) dan rekayasa cuaca (hujan buatan).

Strategi apa saja yang telah dilakukan pemerintah untuk memadamkan karhutla. Katadata merangkum dari berbagai sumber mengenai upaya menangani kebakaran hutan dan lahan serta kabut asap yang dihasilkannya.

1. Memadamkan api dengan menyiramkan air dari mobil pemadam kebakaran dan tangki air

Pasukan pemadam kebakaran hutan melakukan pemadaman manual dengan mobil pemadam kebakaran dan tangki air. Seperti yang dilakukan di hutan seluas lebih dari 50 hektare yang terbakar di Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara pada pertengahan Juli 2019. Ada enam unit mobil pemadam kebakaran yang dari Dinas Pemadam Kebakaran dan Dinas Kehutanan setempat.

Opsi ini hanya bisa dilakukan jika daerah tersebut memiliki aksesibilitas yang baik sehingga bisa dijangkau oleh mobil damkar dan tangki air. Jika lokasi sulit dijangkau, petugas akan berusaha mencari sumber air terdekat, misalnya sungai yang mengalir di dekat lahan atau hutan tersebut.

Seorang polisi dari Polsek Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat memodifikasi motornya menjadi mesin penyedot air untuk memadamkan karhutla. Seperti dilansir Antara, Aipda Hendry Novian menempatkan boks pengangkut mesin penyedot air dan selang air di motornya.

Ia mendapatkan ide tersebut ketika mobil pemadam kebakaran tidak bisa masuk ke lokasi karhutla. Hasil karyanya berhasil dimanfaatkan untuk memadamkan karhutla di Sungai Kakap pada akhir Juli lalu.

(Baca: Jokowi: Upaya Pemadaman Karhutla di Riau Sudah Maksimal)

2. Pemadaman dengan menggunakan racun api

Racun api adalah zat kimia yang kerap digunakan pada alat pemadam kebakaran. Ada beberapa macam racun api, antara lain racun api tepung kimia (dry chemical powder), racun api jenis busa (foam liquid/aqueous film forming foam concentrates), karbon dioksida (CO2), dan racun api hallon (thermatic halotron).

Dalam kasus pemadaman kebakaran lahan gambut di Kabupaten Kampar, Riau, petugas mencampurkan racun api berjenis busa ke dalam tangki air. Campuran tersebut dinilai lebih efektif memadamkan api.

3. Memadamkan api dengan pasir atau tanah

Pemadaman karhutla bukan hanya melibatkan petugas Manggala Agni, polisi, dan anggota TNI. Masyarakat pun ikut bergotong-royong membantu dengan peralatan sederhana. Kebakaran hutan atau lahan yang tidak terlalu besar bisa diatasi dengan menggali tanah atau pasir dengan sekop dan cangkul. Tanah atau pasir tersebut kemudian digunakan untuk menutup titik-titik api agar tidak merambat dan menjadi besar.

Karhutla di Muara Pawan Ketapang (ANTARA FOTO/HO/Heribertus)

4. Pemadaman karhutla dengan helikopter yang membawa waterbomb

Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di pegunungan, daerah yang sulit dijangkau atau lahan yang terbakar terlalu luas membutuhkan bantuan helikopter untuk memadamkannya. Seperti kebakaran yang terjadi di hutan Gunung Arjuno, Jawa Timur.

Penyebaran api diatasi dengan cara menjatuhkan bom air (waterbomb) dari helikopter. Topografi gunung Arjuno cukup variatif dan mendekati ekstrem karena tebingnya yang curam sangat sulit dijangkau mobil damkar. Pemantauan dilakukan melalui citra satelit Landsat 8 OLI/TIRS yang digabungkan dengan data luas titik api yang tersebar di hutan seluas 3 ribu ha.

Pemanfaatan helikopter yang menjatuhkan bom air ini juga sukses mengurangi titik api pada kebakaran yang pernah terjadi di sejumlah wilayah di Riau pada akhir Februari lalu. Sedikitnya terdapat 6 helikopter dari berbagai pihak yang diturunkan untuk mengangkut air lalu menyemburkannya di titik api. Helikopter-helikopter itu antara lain milik TNI 3 unit, TMC 1 unit, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 1 unit, dan Sinarmas 2 unit.

(Baca: Iritasi hingga Kematian Menghantui Korban Terdampak Asap Karhutla)

5. Pemadaman dengan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) atau hujan buatan

Penanganan kebakaran hutan yang terjadi di Riau juga diselesaikan dengan metode penyemaian benih hujan buatan. Cara ini berdampak signifikan terhadap berkurangnya titik api. Hal tersebut diungkapkan oleh Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB Wisnu Widjaja.

"Hujan buatan dalam satu hari saja mampu menekan munculnya titik api untuk beberapa hari kemudian. Makanya, kita sangat terbantu dengan adanya hujan buatan ini, tapi tergantung faktor kondisi awan juga," ungkapnya di kantor BNPB, Jakarta Timur, Kamis (28/2).

Penyemaian Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) atau hujan buatan dipersiapkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dengan menyiapkan 17 ton bibit hujan. Penyemaian dilakukan dengan bantuan Pesawat Cassa 212 milik TNI AU.

(Baca: Jokowi Tetapkan Siaga Darurat di Riau Akibat Kebakaran Hutan Meluas)

Hujan buatan berfungsi untuk merangsang awan sehingga dapat menghadirkan air lebih cepat. Kondisi tergantung pada kondisi awan karena proses pembibitan hujan membutuhkan awan kumulus yang aktif. Untuk diketahui, proses hujan buatan ini mempercepat proses fisika pembentukan benih-benih hujan yang ada di awan.

Dalam wawancara dengan Metrotv dua hari yang lalu, Ketua BNPB Dwikorita Karnawati mengatakan, proses modifikasi cuaca di beberapa wilayah karhutla, seperti di Palembang dan Kalimantan terkendala minimnya awan. Proses pembibitan hujan membutuhkan konsentrasi awan sebesar 60%. Oleh karena itu, tidak semua wilayah yang mengalami karhutla bisa ditangani dengan modifikasi cuaca atau hujan buatan tersebut.

Penyumbang bahan: Abdul Azis Said (Magang)