Akan Disahkan DPR, Revisi UU KPK Ditolak Masyarakat dan Tokoh Hukum

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
KPK saat menyerahkan mandat pengelolaan lembaga antirasuah ini ke Presiden Joko Widodo sebagai respon atas polemik revisi UU KPK. Suara masyarakat dan tokoh bermunculan untuk menolak atau menunda revisi UU KPK hari Selasa (17/9) dalam Rapat Paripurna DPR.
17/9/2019, 12.34 WIB

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat membawa pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Rapat Paripurna hari Selasa (17/9) untuk disahkan. Keputusan DPR ini diambil di tengah-tengah suara KPK dan publik yang meminta revisi ditangguhkan.

Permintaan untuk menunda pembahasan datang dari mantan pimpinan KPK yakni Erry Riyana Hardjapamekas dan Taufiequrachman Ruki usai bertemu komisioner KPK, Senin (16/9) kemarin. Ruki yang pernah menjadi Ketua KPK pertama meminta Jokowi dan DPR banyak menyerap aspirasi masyarakat sebelum membahas perubahan UU ini.

“Kami berharap pembahasan jangan terburu-buru,” kata Ruki.

(Baca: Melaju Mulus, Revisi UU KPK akan Disahkan di Rapat Paripurna DPR)

Permintaan penundaan juga disampaikan oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. Dia beralasan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembuatan Perundang-Undangan mengharuskan DPR RI harus melakukan dengar pendapat publik terlebih dulu.

“Kalau semua berjalan normal itu cacat formal dan bisa dibatalkan MK,” ujar Mahfud akhir pekan lalu.

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti yakni Abdul Ficar Hadjar juga meminta Jokowi mengambil keputusan tegas. Menurutnya revisi UU KPK akan membuat pemberantasan korupsi melemah.

“Jika Presiden berkomitmen tak melemahkan KPK maka (revisi) harus dihentikan,” ujarnya kepada katadata.co.id, Senin (17/9).

(Baca: KPK Kirim Surat ke DPR Minta Pengesahan Revisi UU KPK Ditunda)

Suara penolakan dari masyarakat juga bermunculan. Salah satunya adalah petisi yang dibuat Henri Subagiyo di Change.org dengan judul ‘Indonesia Bersih, Presiden tolak Revisi UU KPK’. Dalam penjelasannya Henri beralasan RUU ini harus ditolak karena berpotensi cacat hukum dan tidak melibatkan partisipasi masyarakat.

“Anggota DPR di ujung masa jabatannya justru melakukan langkah yang memundurkan pemberantasan korupsi,” demikian penjelasannya. Hingga siang ini tercatat 175.183 orang telah menandatangani petisi ini.

Reporter: Tri Kurnia Yunianto