Jokowi Tolak Tiga Poin dalam Draf Revisi UU KPK

Pegawai KPK menggelar aksi unjuk rasa di kantor KPK, Jakarta, Jumat (6/9/2019). Dalam aksinya mereka menolak revisi UU KPK dan menolak calon pimpinan KPK yang diduga bermasalah.
13/9/2019, 13.44 WIB

Presiden Joko Widodo sepakat untuk membahas revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usulan parlemen. Meski begitu, ada beberapa poin dalam draf revisi yang ditolaknya.

Jokowi mengatakan, salah satu poin yang ditolaknya tentang penyelidik dan penyidik KPK hanya berasal dari Kepolisian dan Kejaksaan Agung. Menurut dia, penyelidik dan penyidik KPK seharusnya bisa juga berasal dari unsur aparatur sipil negara (ASN).

“Dari pegawai KPK maupun instansi lainnya, tentu saja harus melalui prosedur rekrutmen yang benar,” kata dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (13/9).

(Baca: Wakil Ketua KPK Saut Situmorang Mundur, Jokowi: Itu Hak Setiap Orang)

Jokowi juga tidak setuju bahwa KPK wajib berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam tahap penuntutan. Menurut Jokowi, sistem penuntutan di KPK sudah berjalan dengan baik saat ini. “Sehingga tidak perlu diubah lagi,” ujarnya

Lebih lanjut, ia tak sepakat jika pengelolaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dikeluarkan dari KPK. Dalam draf revisi UU KPK, pengelolaan LHKPN diberikan kepada kementerian/lembaga masing-masing.

Ia menilai pengelolaan LHKPN di KPK sudah berjalan baik. “Saya minta LHKPN tetap diurus oleh KPK sebagaimana yang telah berjalan selama ini,” kata dia.

(Baca: Firli Bahuri Pimpin KPK, ICW Sebut Harapan Bebas Korupsi Makin Jauh)

Di sisi lain, Jokowi menyepakati empat poin dalam RUU KPK. Ia menyepakati perlunya izin penyadapan dari Dewan Pengawas. Dengan demikian, ia juga sepakat dengan pembentukan Dewan Pengawas. Ini bertujuan untuk memenuhi prinsip check and balances.

Halaman:
Reporter: Dimas Jarot Bayu