Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak setuju adanya pengawasan eksternal terhadap kerja KPK. Johanis mengkhawatirkan jika komisi antirasuah tersebut diawasi secara internal malah berpotensi tidak objektif.
Adanya Dewan Pengawas merupakan salah satu poin dari draf Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK yang diusulkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Satu-satunya capim dari unsur jaksa tersebut yakin pengawasan eksternal lebih efektif dalam mengawal kerja KPK lantaran tidak adanya benturan kepentingan.
"Sangat setuju dengan dibentuknya lembaga pengawasan (eksternal). Lembaga internal saja tidak cukup,” kata Johanis saat mengikuti uji kepatutan dan kelaikan pimpinan KPK di Komisi III DPR, Jakarta, Kamis (12/9).
(Baca: Johanis Tanak, Capim KPK yang Pernah Diintervensi Jaksa Agung)
Johanis mencontohkan, Kejaksaan Agung memiliki Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) yang merupakan unsur pembantu pimpinan dalam mengawasi jaksa. Dia mengklaim keberadaan Jamwas terbukti efektif dengan banyaknya jaksa yang melanggar aturan dapat sanksi tegas, termasuk dalam tindak pidana korupsi.
"Jika terjadi tindakan indisipliner dapat disanksi atau jika kasusnya pidana bisa langsung diserahkan pada pihak berwenang," ujarnya.
(Baca: Sudah Ada Mekanisme Internal, KPK Dianggap Tak Perlu Dewan Pengawas)
Johanis juga menilai Surat Perintah Pemberhentian Perkara (SP3) diperlukan oleh KPK. Alasannya KPK bisa saja salah dalam menetapkan suatu kasus sehingga aturan main penghentian perkara ini diperlukan. Namun dia mengatakan SP3 dapat dibuka kembali jika ada bukti baru kejahatan.
“Kalau tidak memenuhi unsur (pidana korupsi), hak keperdataan dan hak asasi manusia itu yang dilanggar,” ujar dia.