Induk usaha perkebunan milik negara, PT Perkebunan Nusantara III alias PTPN III, ramai jadi pemberitaan beberapa waktu belakangan. Ini menyusul penetapan Direktur Utama Dolly Pulungan dan Direktur Pemasaran I Kadek Kertha Laksana sebagai tersangka dalam kasus suap terkait distribusi gula.
PTPN III resmi menjadi holding perusahaan perkebunan milik negara pada 2014, dan menaungi 15 perusahaan. Mengutip situs holding-perkebunan.com, lingkup bisnis PTPN III mencakup pengelolaan, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan. Komoditi yang diusahakan perusahaan dari mulai kelapa sawit, karet, tebu, teh, kopi, kakao, tembakau, aneka kayuan, buah-buahan, dan aneka tanaman lainnya.
Secara keseluruhan, PTPN III menguasai 1,18 juta hektare lahan, dengan total area yang telah ditanami (planted area) sebanyak 817,54 ribu hektare. Selain itu, PTPN memiliki areal kebun plasma seluas 457,79 ribu hektare yang diusahakan bersama petani. Pada 2018, perusahaan memiliki lebih dari 115 ribu karyawan.
(Baca: Terjerat Suap Distribusi Gula, Dirut PTPN III Serahkan Diri ke KPK)
Perusahaan mencatatkan penurunan laba di bawah kepimpinan Dolly. Dolly diangkat sebagai Dirut PTPN III pada April 2018. Berdasarkan ikhtisar laporan keuangan BUMN yang dipublikasikan situs bumn.go.id, perusahaan mencatatkan pendapatan usaha Rp 33,32 triliun, sedangkan HPP dan beban usaha Rp 32,09 triliun pada 2018 (unaudited).
Seiring perkembangan tersebut, perusahaan mencatatkan laba tahun berjalan yang diatribusikan kepada entitas pengendali sebesar Rp 870,2 miliar. Pencapaian laba ini anjlok dari tahun sebelumnya Rp 1,22 triliun. Meskipun, angka ini masih lebih baik dibandingkan kondisi pada 2015 dan 2016 yang merugi masing-masing Rp 536,74 miliar dan Rp 1,2 triliun.
(Baca: Kiprah Dolly dan Pieko Serta Kasus Impor Gula yang Menjeratnya)
Dolly bukan orang baru di PTPN. Ia memulai karier di PTPN pada 2008 sebagai Direktur Keuangan PTPN X, kemudian diangkat menjadi Dirut PTPN XI. Setelah itu, dia berpindah-pindah kursi dirut, dari PT Berdikari, ke PT Garam, kemudian PTPN VII, hingga akhirnya berlabuh di PTPN III yang artinya menjadi orang paling berpengaruh dalam bisnis perkebunan negara.