Harga minyak turun pada perdagangan Rabu (4/9) pagi setelah keluarnya data manufaktur Amerika Serikat (AS) yang menimbulkan kekhawatiran melemahnya ekonomi global. Di samping itu, perang dagang antara AS-Tiongkok juga terus menyeret harga minyak.
Mengutip Reuters, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) turun US$ 1,16, atau 2,1% menjadi US$ 53,94 per barel. Sedangkan harga minyak berjangka Brent turun 40 sen atau 0,7%, menjadi US$ 58,26 per barel.
Data aktivitas manufaktur AS pada Agustus 2019 menunjukkan kontraksi untuk pertama kalinya dalam tiga tahun. Sebelumnya, data aktivitas manufaktur Eropa juga melemah untuk bulan ketujuh pada Agustus lalu.
"Pelemahan tersebut terus merusak prospek pertumbuhan permintaan minyak," kata John Kilduff , mitra di Again Capital New York seperti dilansir dari Reuters pada Rabu (4/9).
(Baca: Pelaku Usaha Migas Nilai Kebijakan Pemerintah Beri Sinyal Positif)
Harga minyak telah turun sekitar 20% sejak mencapai harga tertinggi pada April 2019. Sentimen perang dagang terus membuat permintaan minyak turun.
Presiden AS Donald Trump menyatakan, perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok berjalan dengan baik, meskipun ia memperingatkan akan bersikap lebih keras dalam negosiasi jika diskusi berlanjut hingga masa jabatan keduanya. Trump mengatakan kedua pihak akan bertemu untuk pembicaraan pada bulan ini.
Sedangkan Wakil Perdana Menteri Tiongkok Liu He mengatakan pihaknya dengan tegas menentang perang dagang. Seperti diketahui, AS mulai mengenakan tarif 15% pada sejumlah barang impor dari Tiongkok pada Minggu, sementara Tiongkok mulai menempatkan bea baru pada minyak mentah AS.
(Baca: Trump Peringatkan Lagi Tiongkok Tak Terus Mengulur Perundingan Dagang)
Di sisi lain, pasokan ekspor minyak Venezuela turun pada Agustus ke level terendah di tahun 2019, laporan internal dan data Refinitiv Eikon menunjukkan, turunnya ekspor minyak Venezuela akibat sanksi AS yang lebih keras.
Pada Senin data menunjukkan, produksi minyak Rusia pada Agustus naik menjadi 11,294 juta barel per hari (bopd) mencapai level tertingginya sejak Maret, dan melampaui target Moskow dalam perjanjian dengan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC).
"Tekanan harga minyak terus melemah sejak akhir pekan karena OPEC telah meningkatkan produksi pada Agustus untuk pertama kalinya tahun ini. Sedangkan Rusia dilaporkan memproduksi minyak melebihi kuota yang disepakati," kata Presiden Ritterbusch and Associates Jim Ritterbusch.
(Baca: Subsidi Tahun Depan Susut Rp 12 Triliun, Harga Energi Berpotensi Naik)