Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Bupati Muaraenim Ahmad Yani bersama tiga orang lainnya pada Senin (2/9). KPK juga menyita US$ 35 ribu atau sekitar Rp 487,9 juta yang diduga sebagai suap terkait proyek di Dinas Pekerjaan Umum setempat.
Penangkapan Ahmad Yani menambah deret pimpinan kepala daerah yang tersangkut kasus dugaan korupsi. Ironisnya, Ahmad Yani pernah mengeluarkan aturan antikorupsi yang tertuang dalam Keputusan Bupati dengan Nomor: 660/KPTS/Inspektorat/2018 tentang Rencana Aksi Program Pencegahan Korupsi Terintegerasi Pemerintah Kabupaten Muaraenin Tahun 2018 - 2019 dan Satuan Tugas Pelaksana Rencana Aksi.
(Baca: KPK Tangkap Bupati Muara Enim Diduga Terima Suap Proyek Pembangunan)
Ahmad Yani mengeluarkan aturan tersebut saat peringatan Hari Antikorupsi Internasional pada Desember 2018. Ketika itu Ahmad Yani berikrar menyatakan korupsi hanya dapat dilawan secara bersama-sama oleh seluruh lembaga penegak hukum di Indonesia, baik eksekutif, yudikatif dan legislatif.
Pria kelahiran Jakarta pada 10 November 1965 ini merupakan anak dari seorang Hakim Pengadilan Tinggi Agama, Suratul Kahfie, dan Yusa. Karirnya menjadi Bupati Muara Enim dimulai saat memenangkan pilkada pada 2018 dengan memperoleh suara sebanyak 67.522 atau sekitar 33,82%.
Ahmad Yani mencalonkan diri sebagai Bupati Muara Enim bersama Juarsah dengan slogan kampanyenya "Ayok Juara". Ahmad Yani melaju di Pilkada Muara Enim 2018 dengan dukungan Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Hanura.
Berdasarkan laporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) 2018 kekayaan Ahmad Yani mencapai Rp 4,72 miliar.
(Baca juga: 114 Kepala Daerah Terjerat KPK, Paling Banyak Kasus Suap)