Rencana pemindahan ibu kota Provinsi Jawa Barat (Jabar) terus bergulir. Gubernur Jabar Ridwan Kamil menyebut tiga daerah yang dikaji untuk menjadi calon ibu kota baru, yakni Tegalluar, Walini, dan Segitiga Rebana.
Usulan ini menuai pro dan kontra. Ketua Dewan Perwakilan Daerah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Jabar, Ono Surono, menilai pemindahan ibu kota Jabar belum mendesak. Selain itu, Pemprov Jabar dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) harus duduk bersama untuk membahas hal tersebut.
Pendapat berbeda disampaikan oleh Wakil Bupati Bandung Barat Hengky Kurniawan. Ia mendukung rencana pemindahan ibu kota Jabar, khususnya ke Walini yang berada di Kabupaten Bandung Barat.
"Sebetulnya wacana ini sudah lama, hanya waktunya belum tahu, menunggu kesiapan pemerintah," kata Hengky, Kamis (29/8). Jika ibu kota Jabar pindah ke Walini, potensi wisata dan ekonomi di daerah tersebut diyakini akan berkembang pesat.
(Baca: Ridwan Kamil Siapkan Tiga Lokasi Calon Ibu Kota Baru Jawa Barat)
Kebun Teh di Sekitar Jalur Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Walini lebih dikenal sebagai lokasi perkebunan teh yang dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII). Hijaunya perkebunan teh menjadi salah satu daya tarik pariwisata di kawasan ini. Produksi teh dengan merek Walini bahkan terkenal hingga ke mancanegara.
Sebagian kawasan perkebunan teh Walini terkena proyek kereta cepat (high speed rail) Jakarta-Bandung. Pengembangan kota baru Walini di lahan milik PTPN VIII mencapai 2.900 hektare. Dari lahan tersebut, sekitar 1.720 hektare merupakan transit oriented development (TOD) alias kawasan terpadu stasiun kereta yang terhubung dengan moda transportasi lainnya hingga hunian.
Pada pengembangan berikutnya, ada kota baru seluas 3 ribu hektare yang bisa ditambah hingga seluas 10 ribu hektare. PTPN VIII menggandeng PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Kereta Api Indonesia, dan PT Jasa Marga Tbk (JSMR) dalam proyek kereta cepat dan pengembangan kota baru Walini.
Perusahaan patungan keempat BUMN ini bernama PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia yang memiliki 60% saham PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Adapun Beijing Yawan HSR Co Ltd memegang 40% saham KCIC.
Selain proyek TOD yang akan digarap oleh BUMN, lahan Walini juga pernah dilirik oleh pengelola Disneyland, Amerika Serikat (AS). Mereka tertarik untuk mendirikan taman hiburan serupa di kawasan yang memiliki prospek cerah tersebut.
Pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung diprediksi akan tuntas pada 2021. Wilayah yang dilewati jalur kereta cepat pun mencatat peningkatan harga tanah yang signifikan. Pada 2017, harga tanah di Walini meningkat sepuluh kali lipat dari Rp 50 ribu per m2 menjadi Rp 500 ribu per m2.
(Baca: Tegalluar, Calon Ibu Kota Baru Jabar yang Terhubung Kereta Cepat)
Pengembang Kakap Mengincar Bandung
Pengembang properti kakap lainnya, seperti PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) dan PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) turut masuk ke Bandung sejak proyek kereta cepat Jakarta-Bandung digulirkan. Summarecon sejak 2017 memiliki proyek Summarecon Bandung (Bandung Teknopolis) di wilayah Gedebage, Bandung.
Kawasan berkonsep kota pintar (smart city) dengan luas 60 hektare. Proyek properti tersebut direncanakan terhubung dengan Terminal Terpadu Gedebage dan memiliki akses ke Tol Purbaleunyi. Harga properti yang ditawarkan di kawasan Summarecon Bandung mulai dari Rp 800 juta per unit
Sementara itu, Agung Podomoro memiliki proyek Podomoro Park Bandung di Buahbatu, Bandung Selatan. Lahan Podomoro Park mencapai 100 hektare. Sekitar 50% lahan akan dialokasikan untuk kawasan terbuka hijau dan danau. Sekitar 40 hektare untuk perumahan dan 10 hektare untuk proyek komersial. Podomoro Park dipasarkan sejak kuartal I 2018. Harga yang ditawarkan untuk properti di Podomoro Park mulai dari Rp 900 juta per unit.