Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang fokus pada lingkungan, Ecological Observation and Wetlands Conversation (Ecoton) meminta pemerintah menghentikan impor sampah plastik. Sampah impor dan sampah plastik rencananya bakal menjadi topik Rapat Terbatas (Ratas) yang akan digelar Presiden Joko Widodo siang ini.
Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi mendesak pemerintah menyetop impor sampah plastik jenis sampah rumah tangga, domestik, dan tanah. Selain itu, dia meminta Kementerian Perdagangan mengeluarkan impor sampah dari kategori garis hijau dan memasukkannya ke dalam kategori garis merah.
Saat ini, aturan impor sampah plastik tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan 31 Tahun 2016.
"Kemendag terbukti gagal melakukan pengawasan pada impor sehingga banyak terjadi pelanggaran berupa penyelundupan sampah plastik di dalam waste paper yang diimpor oleh pabrik kertas di Jawa," kata Prigi dalam keterangan resmi yang diterima Katadata.co.id, Selasa (27/8).
(Baca: Ekspor Produk Daur Ulang Plastik Ditaksir Tembus Rp 6,2 Triliun)
Ecoton juga mengusulkan pemerintah untuk melakukan kajian dampak impor waste paper pada kerusakan lingkungan. Temuan Ecoton, semua pabrik kertas di Daerah Aliran Sungai Brantas membuang limbah cair yang mengandung mikroplastik.
Prigi menegaskan industri kertas nasional tidak mampu mengelola kontaminan plastik dalam waste paper/raw material karena teknologi daur ulang tidak memadai. Bahkan, pabrik kertas juga tidak mampu mengelola impor sampah plastik dan memperjualbelikan kepada industri kecil seperti pabrik tahu, pabrik krupuk, dan pembakaran bata.
Ecoton mencatat, kurang dari 60% waste paper yang diolah, sisanya 30% material kelas rendah, serta 10% mengandung limbah B3. Menurut Prigi, kelalaian yang sering terjadi meningkatkan tercemarnya udara, air sungai, air bawah tanah, dan tanah di lokasi penimbunan.
Dia juga menolak rencana teknologi incenerator untuk membakar sampah impor yang tidak bisa didaur ulang.
(Baca: Ekspor Produk Daur Ulang Plastik Ditaksir Tembus Rp 6,2 Triliun)
"Selain berdampak buruk bagi lingkungan, seharusnya lebih bijak bagi pemerintah untuk mengurangi atau menghentikan impor sampah dengan memaksimalkan sampah lokal," ujar Prigi.
Ecoton menegaskan kegiatan penyelundupan sampah plastik menunjukkan lemahnya pengawasan negara. Selain itu, banyak instansi pemerintah yang masih belum mengutamakan perlindungan lingkungan.
Dia menjelaskan penyelundupan plastik menunjukkan banyak kecurangan yang dimainkan oleh Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga tak mampu mencegah Indonesia jadi tempat sampah.
Menurut Prigi, kelemahan aparatur negara menimbulkan dampak kerusakan dan kerugian lingkungan yang berakibat kepada masyarakat. "Tolak impor sampah plastik karena Indonesia bukan tempat sampah," katanya lagi.