Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam mendukung skema tukar guling aset pemerintah di Jakarta dalam rangka pindah ibu kota. Asalkan, aset yang memiliki nilai sejarah, seperti Istana Merdeka, tetap dipertahankan.
"Istana lama akan tetap menjadi istana. Pandangan saya, tidak perlu untuk disewakan," kata dia dalam diskusi ‘Polemik: Gundah Ibu Kota Dipindah’, Jakarta, Sabtu (24/8).
Adapun, Indonesia punya beberapa istana negara. Selain di Jakarta, istana-istana itu ada di Bogor, Cipanas, Yogyakarta dan Tampaksiring. Saat ibu kota dipindah, tentunya pemerintah harus membangun istana baru sebagai kedudukan presiden.
(Baca: Ahli Hukum: Jokowi Tak Perlu Konsultasi DPR/MPR untuk Pindah Ibu Kota)
Kemudian, pemerintah dapat mengubah gedung DPR MPR menjadi museum parlemen. Hal ini memperhitungkan aspek historis lantaran Presiden Pertama Soekarno merencanakan gedung tersebut sebagai pusat politik. "Gedung itu akan tetap dipertahankan atau akan jadi museum parlemen? Pertimbangkan, mau untuk mengambil keuntungan atau mengedepankan aspek historis," ujarnya.
Sedangkan gedung pemerintahan lainnya, menurut Asvi dapat dijual atau disewakan kepada pihak swasta yang berminat.
Sebelumnya, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, salah satu sumber dana yang bisa menjadi opsi pemindahan ibu kota adalah lewat skema tukar guling. Ini dilakukan dalam bentuk penjualan aset yang ada di beberapa lokasi Jakarta.
(Baca: Banyak Keunggulan, Kalimantan Timur Jadi Opsi Ideal Ibu Kota Baru)
Dia memperkirakan, potensi penjualan aset pemerintah di Jalan Medan Merdeka, Rasuna Said, Sudirman, dan Thamrin bakal menghasilkan sekitar Rp 150 triliun. Hasil penyewaan tersebut akan digunakan untuk pembangunan ibu kota baru di Kalimantan.