Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arif Budiman menyebut serangan siber dan berita bohong (hoaks) terus meningkat sejak Pemilihan Umum (Pemilu) 1999. Puncaknya terjadi pada Pemilu 2019.
Padahal KPU sudah meningkatkan penggunaan teknologi dalam penyelenggaraan Pemilu. Namun peningkatan penggunaan teknologi ternyata tak mampu meredam serangan siber dan sebaran hoaks.
"Saya ingat betul pada website KPU, nama-nama partai berubah menjadi nama nama buah, partai A pisang, partai B semangka, seperti itu. Tapi tidak ada orang-orang mencaci maki, belum ada," kata Arif pada saat acara bertajuk, "Focus Group Discussion Hoax", di Gedung KPU, Jakarta, Selasa, (20/8).
Pada Pemilu 2009, serangan siber tidak hanya sekedar menyerang tampilan website hingga sistem KPU. Sehingga KPU tidak bisa mengirim data hasil Pemilu. Pada Pemilu 2014, serangan siber tidak hanya menyerbu institusi KPU, tapi menyerang akun pribadi para anggota KPU.
"Jadi email anggota KPU diserang, email saya diserang. Diperbaiki, diserang lagi. Akun media sosial yang penggunaanya belum meningkat cepat seperti tahun 2019 saja saat itu sudah mulai diserang," ujarnya.
Klimaksnya pada Pemilu 2019, serangan siber menyebar tidak hanya di situs dan sistem KPU, tapi menyerang hingga akun-akun penyelenggara Pemilu. Ditambah penyebaran hoaks yang sangat masif.
"Sekaligus mohon maaf, istilahnya saling menyerang antar peserta Pemilu pun meningkat. Jadi spektrumnya lebih meluas, beragam, dan penyebarannya meningkat lebih cepat dari tahun-tahun sebelumnya," ungkapnya.
(Baca: Peretas Incar Indonesia, 25 Juta Ponsel Terinfeksi Malware)