Sudah 15 tahun Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan berpisah. Tahun ini, sepertinya keduanya akan bergabung kembali.
Pada saat pertemuan dengan para pemimpin redaksi dua hari lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi sinyal akan mengubah pos menteri agar sesuai dengan kebutuhan pemerintahannya di periode kedua. Saat ini susunan kabinet periode 2019-2024 sudah rampung.
Ia menyebut pos baru di kabinetnya, yakni Kementerian Investasi dan Kementerian Ekspor. "Semula ada kementerian ekspor. Tapi kemudian dalam prosesnya kemungkinan akan digabungkan menjadi Kementerian Luar Negeri dan Ekspor," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (14/8).
(Baca: Sri Mulyani dan Susi Pudjiastuti Dianggap Layak Jadi Menteri 2 Periode)
Nah, bocoran akan bersatunya kembali Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan datang dari Kepala Tim Ahli Wakil Presiden, Sofjan Wanandi. “Saya dengar itu, perdagangan dan industri yang akan diini (digabung),” katanya usai menerima penghargaan Bintang Mahaputera Maraya di Istana Negara, Jakarta, kemarin, seperti dikutip dari Tempo.co.
Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri sebelumnya sempat mengusulkan agar dua kementerian itu digabung. Tujuannya, agar tidak terjadi tumpang tindih kebijakan, terutama perihal impor.
Pasalnya, pengusaha kerap mengalami dilema dengan aturan yang berlaku di negara ini karena saling bertentang. “Sudah saatnya digabung kembali,” kata Faisal dalam sebuah diskusi beberapa waktu lalu, seperti dikutip dari Antara.
Ia menyarankan agar posisi di dua kementerian itu tidak diisi oleh kalangan politik untuk menghindari kepentingan pihak tertentu. Kinerja keduanya jadi tidak maksimal karena kerap dipimpin politikus.
(Baca: Sandiaga Uno Apresiasi Jokowi yang Ingin Bentuk Kementerian Investasi)
Usulan ini mendapat dukungan dari kalangan pengusaha. “Saya setuju karena kadang-kadangan kebijakannya tidak bisa dipisahkan arahnya. Selama ini ada hal yang kadang satu kanan, satu kiri,” Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia Adhi Lukman.
Terkait sosok yang pantas mengisi kursi itu, ia menyerahkannya kepada Presiden Jokowi. “Tidak harus politisi, pengusaha, atau akademisi. Kalau bagus, silakan,” kata dia.
Sejarah Kementerian Perindustrian dan Perdagangan
Penggabungan kedua kementerian itu sebenarnya bukan hal baru. Saat awal kemerdekaan, kabinet presidensial menggabungkan sektor industri dan perdagangan di bawah Kementerian Kemakmuran. Menteri pertamnya yaitu Soerachman Tjokroadisoerjo.
Masa jabatannya hanya sebentar dari 19 Agustus sampai 14 November 1945 karena sistem pemerintahan diganti parlementer. Selanjutnya, Darmawan Mangoenkoesoemo terpilih sebagai Menteri Perdagangan dan Perindustrian pada Kabinet Sjahrir II pada 12 Maret sampai 2 Oktober 1946.
Saat Kabinet Sjahrir III, dua sektor itu kembali di bawah Kementerian Kemakmuran. Kondisi ini terus berlangsung hingga pada Kabinet Natsir dari 6 September 1950 sampai 27 April 1951. Ketika itu Kementerian Perdagangan dan Perindustrian akhirnya terbentuk. Menterinya adalah Djoeanda.
Setelah itu, pada 6 September 1950 sampai 27 April 1951, kementerian ini dipimpin oleh Soemitro Djojohadikoesoemo. Usianya kala itu baru 33 tahun. Soemitro merupakan ayah dari Ketua Umum Partai Gerindra dan juga calon presiden nomor urut 02 dalam Pilpres 2019, Prabowo Subianto.
Pada masa Kabinet Wilopo, tanggung jawab kedua sektor itu berada di bawah Kementerian Perekonomian yang dipimpin Soemanang. Kondisi ini berlangsung sekitar lima tahun.
(Baca: Sinyal Jokowi Tak Ingin Tambah Partai Koalisi di Kabinet Baru)
Ketika terbentuk Kabinet Karya (1957-1959), sektor industri dan perdagangan dipisah. Rachmat Muljomiseno memimpin Kementerian Perdagangan. Sementara, FJ Inkiriwang menjabat sebagai Menteri Perindustrian.
Di akhir Presiden Soekarno berkuasa, kabinet terakhirnya membagi lebih kecil sektor industri. Ada perindustrian dasar dan ringan, perindustrian rakyat, perindustrian tekstil, perindustrian kerajinan, dan perindustrian maritim.
Masuk ke era Orde Baru, Presiden Soeharto menggabungkan subsektor industri itu. Perindustrian dasar, ringan, dan tenga menjadi satu. Begitu pula tekstil dan kerajinan rakyat. Namun, situasi tersebut berakhir pada 6 Juni 1968.
Setelah itu, Soeharto memulai kabinet pembangunan. Pada Kabinet Pembangunan I sampai III, sektor industri dan perdagangan dipisah. Saat Kabinet Pembangunan IV, keduanya lalu digabung menjadi Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Menterinya adalah T Ariwibowo.
Pada 1998, ia digantikan oleh Mohammad Hasan. Namun, jabatan itu hanya bertahan dua bulan karena digeser oleh Rahardi Ramelan.
(Baca: “Saya Butuh Menteri Eksekutor”)
Selanjutnya, masuk ke era reformasi, Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menunjuk Jusuf Kalla (JK) sebagai menteri di departemen itu. Tapi, enam bulan kemudian, pada 26 April 2000, posisinya digeser oleh Luhut Binsar Pandjaitan. Keduanya merupakan politikus Partai Golkar. Saat ini JK adalah wakil presiden. Luhut menjabat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman.
Ketika Megawati Soekarnoputri menggantikan Gus Dur, posisi Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Depperindag) dipimpin oleh Rini Soemarno. Rini sekarang menjabat sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) lalu terpilih menjadi presiden pada 2004. Dua sektor itu dipecah lagi menjadi dua, yaitu Departemen Perindustrian dan Departemen Perdagangan. Masing-masing dipimpin oleh Andung A. Nitimihardja dan Mari Elka Pangestu. Andung kemudian diganti oleh Fahmi Idris setelah terjadi reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I.
Pada periode kedua pemerintahan SBY, nama departemen berganti menjadi kementerian. Menteri Perindustrian adalah MS Hidayat. Menteri Perdagangan sempat berganti-ganti. Setelah Mari Elka, lalu Gita Wirjawan, Bayu Krisnamurthi (Pelaksana Tugas), dan Muhammad Lutfi.
(Baca: Wajah Baru Kabinet Jokowi: Menteri Usia di Bawah 30 Tahun)
Ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkuasa, Kementerian Perindustrian sempat dipimpin oleh Saleh Husin. Posisi ini bertahan hampir dua tahun sebelum digantikan oleh Airlangga Hartarto, ketua umum Partai Golkar.
Sementara, Kementerian Perdagangan awalnya dipimpin oleh Rachmat Gobel. Kemudian, ia diganti oleh Thomas Trikasih Lembong, sebelum akhirnya politikus Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Enggartiasto Lukita menempati posisi tersebut.