Wacana amendemen terbatas Undang-Undang Dasar 1945 dikhawatirkan jadi agenda partai politik untuk mendikte presiden terpilih. Apalagi, isu perubahan konstitusi bergeser menjadi kekhawatiran pemilihan presiden kembali ke Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Dosen Hukum Tata Negara dari Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas, Feri Amsari mengatakan tidak ada urgensi berlebih dalam amendemen UUD 1945 hingga menghidupkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Feri mengendus adanya tujuan lain dalam wacana tersebut.
Ia menjelaskan selama ini presiden memiliki kepercayaan diri lantaran mendapat mandat langsung oleh rakyat. Hal ini membuat parpol-parpol pendukung mencari celah dalam mendikte kinerja dari Presiden yang mereka dukung di Pilpres.
"Karena bukan PDI Perjuangan saja yang semangat tapi hampir seluruh partai yang semangat," kata Feri dalam acara diskusi di Jakarta, Rabu (14/8).
(Baca: Sinyal Amendemen UUD 1945, PAN Siap Gabung PDIP Bentuk Pimpinan MPR)
Feri menyarankan kepada elit parpol agar tidak terus menerus membahas amendemen UUD 1945 dan GBHN yang dampaknya belum tentu menguntungkan bagi rakyat. Dia meminta pembenahan konstitusi dilakukan untuk memperkuat Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Pasalnya, lemahnya DPD berdampak dominannya peran dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam mengambil keputusan.
"Banyak yang jadi masalah di dalam konstitusi kita, seperti Komisi Yudisial (KY) apakah berfungsi atau tidak. lalu Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dipilih oleh partai politik, apakah hal ini benar?," ujar Feri.
Pengamat Hukum Tata Negara dari Kode Inisiatif, Veri Junaidi juga mengatakan rencana amendemen UUD 1945 merupakan agenda liar dan terselubung yang sengaja diwacanakan segelintir pihak. Ia mengkhawatirkan pemilihan langsung di MPR malah menghambat munculnya calon pemimpin potensial.
"Misalnya Tri Rismaharini (Walikota Surabaya) dia puya kontribusi yang baik," kata Veri.
(Baca: Panasnya Wacana Amendemen UUD 1945 dan Kembalinya GBHN)
Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menyebut amendemen UUD 1945 dan wacana menghidupkan GBHN berisiko mengubah sistem tata negara. Ia mengatakan masyarakat belum tentu menerima presiden dipilih kembali oleh MPR.
"Banyak perubahan, rakyat belum tentu setuju," kata Kalla hari Selasa (13/8) kemarin.
Keinginan amendemen UUD ini disampaikan wakil Ketua MPR yang juga anggota parlemen dari PDIP Ahmad Basarah. Munculnya kembali GBHN disebutnya menjadi panduan besar dalam kehidupan bernegara.