Harga Minyak Naik 3%, Dipicu Ancaman Tarif Baru Trump ke Tiongkok

Chevron
Ilustrasi. Harga minyak naik sekitar 3% pada perdagangan kemarin waktu Amerika Serikat (AS) atau Sabtu pagi WIB (3/8). Kenaikan ini terjadi sehari setelah mencatat penurunan harian terbesar.
3/8/2019, 12.00 WIB

Harga minyak naik sekitar 3% pada perdagangan kemarin waktu Amerika Serikat (AS) atau Sabtu pagi WIB (3/8), sehari setelah mencatat penurunan harian terbesar. Kenaikan ini terjadi setelah Presiden AS Donald Trump mengeluarkan ancaman memberlakukan tarif barang impor asal Tiongkok.

Tarif baru Washington di Tiongkok, yang mulai berlaku pada 1 September 2019, mengintensifkan perang dagang antara dua negara dengan perekonomian terbesar dunia. Prediksinya, jika hal ini terus berlangsung, maka ekonomi dunia melambat dan mengganggu permintaan minyak mentah.

Mengutip Reuters, harga minyak mentah jenis Brent untuk pengiriman Oktober ditutup pada U$ 61,89 per barel, naik US$ 1,39, atau 2,30%. Harga acuan global ini turun lebih dari 7% pada Kamis lalu, penurunan harian tertajam dalam lebih dari tiga tahun.

Sedangkan, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September berakhir pada US$ 55,66 per barel, naik US$ 1,71, atau 3,17%, setelah anjlok hampir 8% pada Kamis, kerugian terbesar dalam lebih dari empat tahun.

(Baca: Setelah Sempat Anjlok Hingga 7%, Harga Minyak Hari Ini Stabil)

Untuk pekan ini, Brent kehilangan sekitar 2,7%, sementara WTI turun sekitar 1,2%. Sebelum penurunan pada Kamis lalu, minyak mentah berjangka telah melihat reli yang rapuh karena tekanan prospek permintaan global yang goyah.

“Pasar masih mencerna dampak tarif pada pasar minyak, tetapi mengingat Tiongkok telah mengambil sangat sedikit minyak mentah AS tahun ini, kami melihat sedikit ruang untuk tarif yang secara langsung berdampak pada fundamental pasar,” kata Ryan Fitzmaurice, analis RoboResearch Commodities Strategist.

Trump mengatakan pada Kamis lalu akan mengenakan bea masuk tambahan 10% kepada impor barang asal Tiongkok senilai US$ 300 miliar mulai 1 September. Kenaikan tarif ini dapat berlanjut jika Presiden Cina Xi Jinping tidak bergerak lebih cepat untuk mencapai kesepakatan perdagangan.

Pengumuman ini memperluas tarif AS ke hampir semua produk Tiongkok yang diimpor. Beijing menyatakan tidak akan menerima intimidasi atau pemerasan, dan berjanji akan melakukan tindakan balasan.

(Baca: Trump Kembali Ancam Tiongkok, Kurs Rupiah Pagi Hari Ini Anjlok 0,67%)

Tiongkok, yang pernah menjadi pembeli utama minyak mentah AS, memangkas pembeliannya tahun lalu karena perang dagang yang berlarut-larut.

Eskalasi perang ini mendorong The Fed ke arah penurunan suku bunga lebih lanjut, yang kemungkinan akan mendorong harga minyak. "Perang perdagangan akan meningkatkan peluang The Fed harus menurunkan suku bunga lagi, mungkin dua kali tahun ini," kata Phil Flynn, seorang analis di Price Futures Group di Chicago.

Data dari Biro Sensus AS menunjukkan, ekspor minyak mentah AS melonjak 260 ribu barel per hari (bopd) pada Juni ke rekor bulanan 3,16 juta barel per hari. Pasar juga memantau penghitungan rig minyak mingguan AS, indikator produksi di masa depan, yang turun selama lima minggu berturut-turut. Sebagian besar produsen independen memangkas pengeluaran meskipun perusahaan besar masih terus maju dengan investasi dalam pengeboran baru.

Reporter: Verda Nano Setiawan