Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan membacakan putusan praperadilan yang diajukan mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayjen (Purn) Kivlan Zen terkait kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal dan dugaan makar hari ini, Selasa (30/7).
Kivlan Zen adalah salah satu dari tujuh tersangka kasus kerusuhan 21-22 Mei 2019 yang menewaskan sembilan orang. Ia ditahan oleh Polda Metro Jaya setelah menangkap enam orang itu yakni HK, AZ, IR, TJ, AD, dan AF terlebih dahulu. Berikut adalah kronologis kasusnya.
Pada Kamis (30/5) dini hari Kepolisian menahan Kivlan atas dugaan rencana pembunuhan dan kepemilikan sejata api ilegal. Kivlan ditahan karena disangka memiliki dan menguasai senjata api yang terkait dengan enam orang tersangka yang diduga berniat membunuh empat tokoh nasional dan satu pimpinan lembaga survei.
(Baca: Kasus Dugaan Makar, Polisi Cegah Kivlan Zen Pergi ke Luar Negeri)
Mulai saat itu Kivlan menjalani penahanan di Rutan POM DAM Jaya Guntur, Jakarta Selatan. Selain menjalani penahanan, Mayor Jenderal (Purn) TNI itu juga dicekal ke luar negeri. Polisi menjerat Kivlan dengan Undang-Undang Darurat pasal 1 ayat 1 Nomor 12 Tahun 1951 tentang senjata api yang memiliki ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Kivlan sempat dikabarkan mengajukan surat permohonan perlindungan diri agar tidak salah langkah untuk mengambil keputusan. Namun, Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu pada Rabu (12/6) mengaku belum mengetahui dan belum menerima surat permintaan perlindungan diri dari Kivlan.
Pada Jumat (14/6), Kivlan menjalani pemeriksaan sebagai saksi Habil Marati, politikus PPP, yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan tokoh nasional dengan dugaan peran sebagai penyandang dana kerusuhan 21-22 Mei 2019 dan pembelian senjata api.
Berdasarkan informasi yang akhirnya beredar, Kivlan diduga telah menerima uang sebesar SG$ 15 ribu atau setara Rp 150 juta dari politikus PPP Habil Marati.
(Baca: Pengakuan Eksekutor Pembunuh 5 Tokoh, Dapat Ratusan Juta dari Kivlan)
Setelah menjalani pemeriksaan, Kivlan Zen mengajukan gugatan praperadilan terhadap Polda Metro Jaya lantaran rasa keberatannya dengan status tersangka yang ia dapatkan atas kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal.
Sidang perdana praperadilan Kivlan atas status tersangka yang diberikan oleh Polda Metro Jaya terkait kepemilikan senjata api ilegal berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (8/7/2019). Sidang tersebut dipimpin oleh Hakim Tunggal Achmad Guntur.
Namun sidang yang beragendakan pembacaan gugatan oleh penggugat tersebut diundur pada Senin, 22 Juli 2019 karena termohon yakni pihak Polda Metro Jaya tidak hadir pada sidang tersebut.
Sidang gugatan praperadilan atas nama Kivlan Zen sebagai tersangka kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal terdaftar di PN Jakarta Selatan dengan nomor register 75/Pid.Pra/2019/PN.JKT.SEL, kembali digelar Senin (22/7).
(Baca: Laporan Ditolak, Kuasa Hukum Sebut Hak Hukum Kivlan Zen Diabaikan)
Pada sidang gugatan praperadilan itu Kivlan mendapat pendampingan dari Tim Pembela Hukum (TPH), Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (Mabes TNI).
Sidang praperadilan berlanjut Rabu (24/7) dengan agenda pembuktian, di PN Jakarta Selatan. Pada sidang itu aktivis Sri Bintang Pamungkas hadir sebagai saksi ahli. Sidang juga menghadirkan empat saksi fakta antara lain Suta Widya, Pitra Romadoni, Hendri Siahaan, dan Julianta Sembiring.
Hari ini, Selasa 30 Juli 2019, PN Jakarta Selatan telah menjadwalkan sidang pembacaan putusan praperadilan yang diajukan Kivlan Zen terkait dengan kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal dan dugaan makar.