Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan mendorong masyarakat menggunakan energi bersih melalui Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap atau solar Photovoltaic (PV). Hal ini bertujuan untuk mengurangi emisi dari bahan bakar fosil, seperti batu bara, Bahan Bakar Minyak (BBM), dan gas serta dapat digunakan untuk jangka panjang.
"PLTS paling simpel. Pengaruhnya akan besar, ini akan mendukung energi yang lebih baik," ujar Jonan, saat sosialisasi Solar PV di Monumen Nasional, Jakarta, Minggu (28/7).
(Baca: PLN Lelang Pembangkit Listrik Tenaga Surya dan Angin di 5 Provinsi)
Karena itu dia juga meminta pemerintah daerah berkontribusi meningkatkan pemanfaatan PLTS atap seperti dengan mengeluarkan kebijakan atau peraturan daerah yang mendukung pemanfaatan solar PV.
Misalnya untuk pengajuan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) diatas 200 meter persegi, maka pemilik wajib memasang PLTS di atap rumah atau bangunan. "Jadi 60% dari kapasitas listriknya dia berlangganan dengan PLN, nah kalau kebijakan ini bisa dilakukan, saya kira bisa jalan," ujar Jonan.
Pemerintah sebelumnya telah mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 49 Tahun 2018 tentang penggunaan sistem pembangkit listrik tenaga surya atap oleh konsumen Perusahaan Listrik Negara (PLN), dalam aturannya memuat sistem ekspor impor.
Adapun ekspor yang dimaksud adalah jumlah energi listrik yang disalurkan dari pelanggan PLTS ke PLN. Sebaliknya, jaringan impor adalah jumlah energi listrik yang diterima pelanggan PLTS Atap dari PLN.
(Baca: BUMN Diajak Bersinergi Kejar Target Pembangkit Listrik Tenaga Surya)
Sehingga penggunaan energi baru terbarukan (EBT) ini diklaim mampu menghemat tagihan listrik dan juga bisa mengurangi impor minyak, sehingga memperbaiki keuangan negara. "Makanya kami dorong dulu, daripada impor BBM, keuangan negara akan terbantu. Kalau pakai batu bara bisa habis," ujarnya Pelaksana Tugas (Plt) Djoko Rahadrjo Abumanan.
Pengembangan dan Pemanfaatan PLTS Atap ini merupakan bagian dari komitmen untuk meningkatkan pemanfaatan EBT yang lebih ramah lingkungan dalam bauran energi nasional sebesar 23% pada 2025.