Pertamina berupaya untuk segera menghentikan semburan gas dan minyak di sekitar anjungan lepas pantai sumur YYA-1 Blok Offshore North West Java (ONWJ). Direktur Hulu Pertamina Dharmawan H. Samsu mengatakan, pihaknya menargetkan semburan minyak dan gas bisa dihentikan dalam waktu dua bulan.
Pertamina menggandeng tim ahli dari Amerika Serikat, Boots & Coots, untuk menutup sumur YYA-1. "Dengan melakukan pekerjaan engineer yang cukup intensif dan dilakukan bersama tim Boots and Coots, kami proyeksi akan memakan waktu delapan minggu dari hari ini," kata Dharmawan dalam konferensi pers pada Kamis (25/7).
Boots & Coots merupakan perusahaan pengendali sumur (well control ) yang berpengalaman menangani kebocoran gas dan semburan minyak. Perusahaan tersebut berhasil menangani kasus ledakan rig Deepwater Horizon di lepas pantai Gulf, Mexico pada 2010.
Pertamina memanggil tim Boots & Coots sejak 14 Juli 2019 lalu. Tim ahli tersebut pun sudah berada di Indonesia untuk melakukan survei demi memastikan rig Suhana aman untuk melakukan penanganan sumur (well relief). Rencananya Rig Suhana akan tiba di sumur YYA-1 pada Sabtu (27/7). Rig tersebut akan melakukan pengeboran secara vertikal untuk menutup sumur YYA-1 secara permanen. Dengan begitu, anjungan yang berada di atas sumur bisa dipindahkan.
"Ini perlu diatasi segera karena munculnya gelembung gas diikuti tumpahan minyak, kalau tidak diatasi bisa berbahaya,"ujarnya. (Baca: Tumpahan Minyak Blok ONWJ di Karawang Capai 3.000 Barel per Hari)
Setelah proses tersebut, Pertamina baru bisa melakukan pengeboran di sumur lain yang berada di Lapangan YY Blok ONWJ. Masih tersisa dua sumur terisolasi yang bisa dimanfaatkan Pertamina untuk memproduksi Lapangan YY.
"Struktur YY ini akan dievaluasi lagi potensinya untuk pengembangan berikutnya, apakah tetap ekonomis apa tidak sebenarnya struktur YY, kami evaluasi subsurface. Kami memastikan kondisi aman,"kata Dharmawan.
Deputi Operasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Fatar Yani Abdurrahman mengatakan, kasus serupa pernah terjadi pada Petronas. Perusahaan asal Malaysia itu pun membutuhkan waktu hingga delapan bulan untuk menangani kebocoran gas dan tumpahan minyak.
"Harapan kami harus cepat. Ketika sumur itu bisa ditutup dengan aman, nanti platform-nya diangkat dulu, diperbaiki dulu. Kalau pengalaman Petronas bisa hampir delapan bulan," ujar Fatar.
Di sisi lain, Fatar mengingatkan Pertamina agar lebih berhati-hati dalam menjalankan kegiatan operasi hulu migas biarpun menggunakan skema gross split. Pasalnya penggantian biaya operasi migas dalam kontrak gross split tidak berlaku.
"Ini kan gross split. Dengan gross split, dia harus tanggung jawab. Kami mengendalikan dari segi operasi dan produksi. Jadi perusahaan itu yang tidak hati hati ya begitu," kata Fatar.
(Baca: Ada Gelembung Gas di Blok ONWJ, Target Lifting Migas Bisa Tak Tercapai)