Belakangan ramai diperbincangkan penyebaran penyakit hepatitis A atau peradangan organ hati yang menjangkiti ratusan warga di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Kejadian ini pun dengan sigap direspons pemerintah setempat dengan menetapkannya sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Pasalnya, virus penyebabnya dengan cepat terdesiminasi dari satu orang ke orang lainnya dalam waktu singkat.
KLB itu diterbitkan pada 25 Juni 2019 atau kurang dari dua minggu setelah laporan pertama adanya temuan korban hepatitis A pada 14 Juni 2019. Bahkan, sampai Minggu (30/6) dilaporkan telah lebih dari 800 warga Pacitan di 5 kecamatan diduga terjangkit penyakit ini.
Lima kecamatan yang terjangkit itu adalah Sudimoro, Ngadirejo, Tulakan, Tegalombo, dan Arjosari. Dari lebih 800 orang yang diduga terjangkit, 309 diantaranya dinyatakan positif mengidap hepatitis A dan telah menjalani perawatan intensif di rumah sakit. Sisanya ditangani dengan rawat jalan di rumah masing-masing.
Bukan hanya di Pacitan, kejadian serupa juga pernah terjadi di Singkawang, Kalimantan Barat pada awal September 2018. Ada 262 orang yang diduga terjangkit virus ini, 36 di antaranya dinyatakan terjangkit hepatitis A. Meski begitu tak ada penetapan KLB pada kejadian tersebut karena terpantau beberapa hari kemudian jumlah pengidapnya menurun.
(Baca: Mengenal Wabah Cacar Monyet, Gejala dan Antisipasinya)
Mengenali Penyebab Hepatitis A
Hepatitis A bukan penyakit baru untuk masyarakat Indonesia. Selain kasus penyebaran hepatitis A di Pacitan dan Singkawang, pada akhir Januari yang lalu virus ini juga sempat menjangkiti 45 murid dari empat Sekolah Dasar (SD) di Depok. Bahkan, pemerintah setempat telah menetapkannya sebagai KLB Parsial khusus untuk empat SD itu saja.
Yang disoroti oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok, Noviarti, pada kejadian tersebut adalah kebersihan pada jajanan yang dimakan anak. Pasalnya, virus hepatitis A diduga menyebar melalui makanan yang kurang terjaga kebersihannya.
“Jadi mungkin yang mengelola makanan waktu BAB (buang air besar) tidak cuci tangan pakai sabun sehingga ada cemaran karena memegang makanan yang disajikan. Penularan lewat itu,” kata Noviarti seperti dikutip dari Detik.com.
Berdasarkan laporan Situasi dan Analisis Hepatitis oleh Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI pada 2013, sedikitnya terdapat sebelas kabupaten di enam provinsi yang telah menetapkan KLB Hepatitis A dengan jumlah 495 kasus. Pada 2014, jumlahnya menurun menjadi 282 kasus di empat kabupaten dan tiga provinsi.
Bukan hanya di Indonesia, penyakit ini juga tergolong penyakit endemis yang juga banyak diidap oleh masyarakat negara berkembang. Meski tergolong ringan, adanya kecenderungan masyarakat mengidap penyakit ini mengindikasikan buruknya pola penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada masyarakat tersebut.
Siklus penularan hepatitis A bermula dari penyebaran virus melalui feses dari orang yang positif terjangkit hepatitis A. Akses sanitasi yang buruk turut memengaruhi kelompok masyarakat yang lebih luas, karena penggunaan air secara massal semakin memungkinkan virus ini menular dari satu orang ke orang lainnya.
“Yang paling memungkinkan dengan outbreak (wabah) yang seperti ini mungkin ada cemaran sumber air oleh virus hepatitis A. Air ini digunakan secara massal oleh banyak orang padahal mengandung virus hepatitis A,” kata Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes RI, Achmad Yurianto, seperti dilansir BBC.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pacitan, Eko Budiono, membenarkan adanya pola penggunaan air yang tidak terjamin kerbersihannya. Daerah ini juga dalam beberapa bulan belakangan mengalami krisis pasokan air bersih, sehingga air yang ada digunakan secara massal. Kondisi ini diperparah dengan momentum pasca Idulfitri yang banyak dipilih untuk menggelar hajatan, sehingga makanan yang disuguhkan tidak terjamin kebersihannya dan diduga sebagai salah satu penyebab penyebaran virus hepatitis A.
(Baca: Cacar Monyet Sampai Singapura, Kemenkes Jaga Tanjung Pinang dan Batam)
Gejala dan Solusi Pencegahan Hepatitis A
Menurut alodokter.com, penderita hepatitis A biasanya baru sadar terinfeksi setelah adanya gejala fisik berupa perubahan warna kulit dan bagian putih matanya menjadi agak menguning. Bahkan, dalam laporan Situasi dan Analisis Hepatitis oleh Pusat Data dan Informasi Kemenkes disebutkan bahwa penyakit jenis ini tergolong penyakit kronis yang menahun. Hal tersebut lantaran pengidap yang baru terinfeksi virus tidak akan menyadari bahwa dirinya telah tertular dan merasa masih sehat, sementara itu virus tersebut akan terus menular kepada orang-orang lainnya.
Gejala lainnya yang juga biasa muncul ialah pengidap hepatitis A akan mengalami demam, sakit kepala hingga mual dan muntah. Warna urin menjadi lebih gelap bahkan pengidapnya juga akan mengalami peradangan pada organ hati.
Secara umum, infeksi pada organ hati akibat hepatitis A tidak akan menyebabkan penyakit liver yang kronis. Meski begitu, pada kasus tertentu virus ini justru dapat berdampak serius dan perlu penanganan yang intensif.
(Baca: Wali Kota Risma Dirawat, Waspadai Gejala Asma dan Maag )
Bagi pengidap yang telah berusia lanjut atau pengidap yang telah memiliki penyakit liver kronis sebelumnya, sangat mungkin mereka mengalami komplikasi yang fatal berupa gagal ginjal. Begitu pula dengan ibu hamil, mereka berisiko mengalami kelahiran prematur, termasuk risiko mengalami ketuban pecah dan solusio plasenta (lepasnya plasenta dari dinding rahim sebelum proses persalinan).
Untuk mencegah hepatitis A, masyarakat harus menerapkan pola hidup sehat dan menjaga kebersihan. Dimulai dengan membiasakan untuk mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir, menghindari penggunaan bersama barang-barang pribadi seperti handuk ataupun sikat gigi, dan memastikan pola konsumsi makanan yang sehat.
Sementara bagi masyarakat yang telah terjangkit penyakit ini, pengobatannya harus dilakukan melalui pemeriksaan dokter. Selain itu, penderita hepatitis A harus beristirahat yang cukup, menjaga asupan cairan tubuh, dan menjaga pola makan yang teratur.
Penulis : Abdul Azis Said (magang)