Mahkamah Konstitusi telah memutuskan menolak seluruh gugatan Calon Presiden Nomor Urut 02 Prabowo Subianto dalam sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Dengan begitu, peluang Joko Widodo (Jokowi) dan Maruf Amin dilantik pada Oktober mendatang semakin mulus. Jokowi akan meneruskan pemerintahannya dalam lima tahun ke depan.
“Semoga amanah yang kembali diberikan kepada saya sebagai presiden dan Ma’ruf Amin sebagai wakil presiden periode 2019-2024 dapat kami jalankan sebaik-baiknya,” katanya di dalam pernyataan bersama Ma’ruf di Lapangan Udara Halim Perdanakusuma, Kamis (27/6) malam.
Jokowi juga berjanji akan mewujudkan pembangunan yang merata berdasarkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dia mengajak masyarakat untuk membangun dan memajukan Indonesia. Beberapa pengamat menilai masih banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan Jokowi pada periode pemerintahan selanjutnya.
(Baca: Menakar Rapor Kinerja Empat Tahun Pemerintahan Jokowi-JK)
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah Redjalam mengatakan PR utamanya di bidang ekonomi, yaitu memperbaiki neraca dagang dalam lima tahun ke depan. Tahun lalu, neraca dagang Indonesia tercatat defisit US$ 8,6 miliar, terburuk dalam sejarah. Padahal dalam kepemimpinannya sejak Oktober 2014, neraca dagang tercatat mayoritas positif. Pada 2014, neraca negatif US$ 2,2 miliar. Setahun setelahnya, positif US$ 7,7 miliar. Pada 2016 dan 2017, juga tercatat positif, masing-masing sebesar US$ 9,5 miliar dan US$ 11,8 miliar.
Menurutnya, memperbaiki neraca dagang tidak bisa dalam waktu jangka pendek. Agar berkesinambungan, Jokowi harus memperbaiki struktur ekonomi secara keseluruhan. "Caranya membangun kembali industri. Ini pekerjaan rumah yang harus dikerjakan setelah berhasil membangun infrastruktur," ujarnya.
(Baca: Menjawab Kritikan The Economist Soal Perekonomian Era Jokowi)
Direktur Fitch Ratings, Thomas Rookmaaker mengatakan, terpilihnya kembali Jokowi menandakan kelanjutan kebijakan ekonomi yang fokus pada stabilitas makro, pembiayaan infrastruktur, dan peningkatan rasio pajak. Menurut dia, fokus kebijakan pada stabilitas makro membuat pemerintahan Jokowi selama 4,5 tahun menerapkan manajemen fiskal yang sangat hati-hati. Karena itu, sejak Desember 2017, Fitch memberikan rating BBB untuk Indonesia.
“Meskipun ini masuk dalam domain bank sentral, namun pemerintah telah memainkan peran pendukung penting selama beberapa tahun terakhir,” katanya.
Meski telah mendapat penghargaan dari beberapa lembaga dunia, masih ada beberapa agenda reformasi pemerintah yang masih penuh ketidakpastian. Perbaikan iklim investasi belum menunjukkan perubahan signifikan. Investor belum melihat adanya peningkatan pendidikan, undang-undang ketenagakerjaan yang lebih fleksibel, dan bantuan untuk pengadaan tanah.
Sementara, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho Pekerjaan rumah pertama yang harus dikerjakan Jokowi dalam memacu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, adalah mengevaluasi para menteri di bidang ekonomi.
Dia mencontohkan kinerja Kementerian Perdagangan yang dinilainya mendapat rapor merah. Hal itu terlihat dari sikap kementerian yang masih membuka keran impor untuk beberapa komoditas. Ini tidak sejalan dengan rencana dan komitmen awal Jokowi menjabat Presiden. Kemudian, Kementrian Pertanian seharusnya fokus kepada menjaga harga kebutuhan pokok, bukan masalah swasembada pangan.
(Baca: Kinerja Pemerintah Dinilai Semakin Membaik)
Selain itu, dia menyarankan Presiden Jokowi mengevaluasi 13 paket kebijakan yang telah dibuat pada periode sekarang. "Untuk mengetahui sejauh mana pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan pembangunan nasional," ujarnya seperti dikutip Antara, Kamis (27/6).
Paket kebijakan yang dibuat pada periode pemerintahan pertama Jokowi, belum terlihat dampak yang signifikan, salah satunya dalam hal investasi. Padahal, investasi menjadi fokus pada empat tahun pertama pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla.
Pada periode kedua nanti, kata Andry, seharusnya Jokowi lebih berani all out. Karena secara politis, dia tidak memiliki lagi beban lagi, sehingga memudahkan dalam memutuskan regulasi di sektor pembangunan ekonomi.
Menurutnya, pada periode pertama cukup banyak regulasi yang telah direncanakan, sulit direalisasikan, karena berbenturan dengan aturan lain. Sehingga memengaruhi pertumbuhan atau pembangunan ekonomi. "Saya juga melihat terdapat beberapa regulasi yang dibuat terlihat unsurnya terlalu politis, bahkan bisa berubah dalam satu hari," ujarnya.