Runhood Raih Penghasilan Rp 2 Miliar dari Olahraga Lari

Arief Kamaludin | KATADATA
Ilustrasi event lari. Pengembang konten Runhood memberikan informasi tentang olahraga lari mulai dari dokumentasi kompetisi dalam dan luar negeri, ulasan produk, sampai diskusi dengan pelari profesional.
Penulis: Michael Reily
18/6/2019, 16.59 WIB

Aktivitas lari semakin banyak peminat sebagai salah satu gaya hidup sehat. Fenomena itu tercermin dari program Car Free Day (CFD) yang sudah ada di 22 kota di Indonesia. Gelaran acara lari juga mencetak ribuan peserta setiap tahunnya.

Komunitas lari pun berkembang lewat berbagai inovasi, mulai dari lari gunung hingga lari malam untuk para karyawan. Pengembang konten PT Kultur Lari Nusantara atau Runhood memanfaatkan celah untuk memenuhi kebutuhan informasi yang objektif dan lengkap melalui lari.

Sejak 2015, Runhood memberikan informasi tentang olahraga lari mulai dari dokumentasi kompetisi dalam dan luar negeri, ulasan produk, sampai diskusi dengan pelari profesional. Runhood pun mencetak milestone penting dalam bisnis melalui eksplorasi bisnis baru. Hanya berjumlah tim sebanyak lima orang anggota, mereka mampu mencetak penghasilan lebih dari Rp 2 miliar pada tahun 2018.

"Berbekal pengalaman selama empat tahun di industri, kami menawarkan solusi yang lebih lengkap untuk brand olahraga maupun non-olahraga yang ingin melakukan sports marketing, mulai dari tahap perencanaan sampai eksekusi,” ujar Founder Runhood Adystra Bimo dalam keterangan kepada Katadata.co.id, Selasa (18/6).

(Baca: Aplikasi Virtual Reality Paviliun Indonesia di Venice Biennale 2019)

Dia mengatakan bahwa peningkatan komunitas lari sejalan dengan tingginya kebutuhan akan informasi yang relevan untuk mendukung pelari dalam memaksimalkan performa olahraga, apalagi olahraga sudah memiliki citra positif yang melekat sebagai aktivitas yang berdampak baik bagi kesehatan, sehingga menjadi sebuah pesan kuat pada konten. 

"Lewat tiga platform digital-Youtube, Instagram, dan Facebook-Runhood dapat berperan sebagai media partner yang mempromosikan penyebaran event sehingga membuka potensi partisipan yang lebih luas," kata Adystra.

Kegiatan lari pun semakin marak. Saat ini ada sekitar 340 kegiatan lari yang tersebar lebih dari 20 kota, melonjak 300% dari 2014 yang hanya sekitar 102 kegiatan lari. Dia menilai olahraga lari memiliki banyak aspek pendukung, tidak terbatas pada teknik lari saja. Dia mengaku Runhood ingin mengangkat lari dari berbagai sudut pandang, sehingga referensi penggemar lari semakin berkembang.

Potensi Bisnis yang Besar

Konten yang Runhood tawarkan pun sangat variatif, mulai dari alat pendukung, rute dan lokasi, profil komunitas, serta cerita pengalaman ajang lari dalam negeri seperti Bali Marathon, Borobudur Marathon, Asian Games 2018, bahkan kompetisi bergengsi luar negeri seperti Tokyo Marathon dan London Marathon.

(Baca: Startup Pengolah Sampah Magalarva Raih Pendanaan Rp 7 Miliar )

Dia menjelaskan, potensi bisnis terdapat pada konsumsi pelari terhadap apparel dan perlatanan untuk menunjang aktivitas lari. Runhood menyajikan informasi produk yang jujur dan mudah dipahami agar membantu pelari memilih perlengkapan pendukung yang sesuai dengan kebutuhan dalam persaingan sport brands yang kompetitif.

Semakin tinggi komitmen pelari, semakin besar pula anggaran belanja yang dikeluarkan untuk produk-produk tersebut. Runhood mengampil peluang kerja sama dengan berbagai sport brands ternama untuk ulasan produk lewat konten yang menarik.

“Selain bermanfaat untuk penikmat lari, konten dapat menjadi insight tersendiri bagi para sport brands untuk menakar kesiapan pasar pelari Indonesia terhadap produk-produk yang sedang maupun yang disiapkan untuk promosi,” ujar Adystra yang merupakan lulusan Master of Sports Management dari Université de Rennes 2 Perancis ini.

Dia menyadari bahwa industri olahraga di Indonesia sangat potensial untuk berkembang. Apalagi, prestasi atlet Indonesia terus meningkat sejalan dengan tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk memiliki gaya hidup sehat. Namun, praktik pemasaran olahraga masih terbatas dalam sponsorship dan endorsement kepada atlet atau klub.

(Baca: Tiga Merek Fesyen Indonesia Tampil di Toko Prancis)

Dia menilai para brand belum memahami kekuatan dari klub atau atlet tersebut dalam representasi produk. "Perlu lebih banyak lagi dialog dengan para brand untuk mengelola strategi sports marketing agar para sports talent dapat mendukung aktivitas pemasaran produk dengan lebih baik,” kata Adystra lagi.

Runhood memastikan kombinasi kekuatan kreasi konten dan pengelolaan target pasar yang tepat, sehingga bisa menarik minat sponsor, brand, ataupun perusahaan untuk memberikan kontribusinya dalam ekosistem lari. Adystra pun mengaku optimis dengan identitas Runhood sebagai media yang spesifik mengangkat industri lari.

Adystra menjelaskan mulai peluang diversifikasi bisnis di awal tahun 2018 dengan sports marketing agency. Menurutnya, banyak selling point yang bisa terus digali di industri olahraga. 

Tahun ini, Runhood konsisten mengembangkan pengelolaan media dalam jaringan yang fokus pada industri dan komunitas lari di Indonesia. Apalagi, basis pengikut yang cukup besar di ketiga platform digital.

Adystra pun menawarkan semakin banyak konten dan informasi “out-of-the box” supaya masyarakat yang memahami seluk beluk olahraga lari. Dia ingin lari menjadi budaya dan gaya hidup sehat masyarakat sehingga mampu bersaing dengan cabang olahraga populer lain.

(Baca: Bekraf Buka Pendaftaran Program Persiapan Startup BEKUP di Tiga Kota)

Reporter: Michael Reily