Sidang kedua gugatan perselisihan Pilpres 2019 di Mahakamah Konstitusi hari ini memasuki jawaban dari termohon. Tim kuasa hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pasangan calon presiden 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin menyatakan menolak perbaikan permohonan yang diajukan pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK).
Kedua pihak meminta MK untuk menolak permohonan Prabowo-Sandi karena dianggap cacat material.
Ketua Tim Kuasa Hukum KPU Ali Nurdin mengatakan, penolakan tersebut dilakukan sebagai sikap tegas terhadap ketaatan hukum acara yang sudah ditetapkan MK melalui PMK Nomor 5 Tahun 2019.
"Jawaban termohon dimaksud masih tetap dalam koridor sikap termohon yang menolak perbaikan permohonan pemohon," kata Ali di gedung MK, Jakarta, Selasa (18/6).
(Baca: Meski Diprotes, Hakim MK Akomodir Revisi Permohonan Kubu Prabowo)
Ali mengatakan, perbaikan permohonan yang disampaikan Prabowo-Sandiaga pada 10 Juni 2019 memiliki perbedaan yang sangat mendasar, baik dalam posita (dalil) maupun petitum. Dalam permohonan awal pada 24 Mei 2019 misalnya, Prabowo-Sandiaga sama sekali tidak menguraikan kesalahan hasil penghitungan suara yang dilakukan oleh KPU.
Ali menilai Prabowo-Sandiaga dalam permohonan awal pun tidak menguraikan seperti apa perhitungan suara yang benar menurut mereka. Dalam petitumnya pun Prabowo-Sandiaga tidak menuntut adanya penghitungan suara yang benar menurut mereka.
"Akan tetapi dalam perbaikan permohonannya pemohon telah menambah posita dan petitum baru mengenai kesalahan hasil penghitungan suara oleh termohon dan penghitungan suara yang benar menurut pemohon," kata Ali.
(Baca: KPU Lampirkan 6 Ribu Bukti untuk Tangkis Gugatan Pilpres Prabowo-Sandi)
Hal serupa juga terjadi pada posita tentang kecurangan dalam Pilpres 2019 sebagaimana terlihat di halaman 81-96. Menurut Ali, posita tersebut sebelumnya tidak pernah ada dalam permohonan awal yang diajukan Prabowo-Sandiaga.
"Adanya tambahan dalil pemohon mengenai kecurangan masif yang dilakukan oleh termohon terlihat semata-mata untuk melengkapi gugatan pemohon, menambah unsur adanya pelanggaran masif oleh termohon sebagai penyelenggara Pemilu," kata Ali.
Revisi Berkas Kubu Prabowo Dianggap Permohonan Baru
Ali menilai perbaikan permohonan telah memasukkan substansi baru. Karenanya, hal tersebut haruslah dianggap sebagai permohonan baru, bukan perbaikan.
Sebab, Ali menyebut perbaikan permohonan seharusnya hanya dilakukan terhadap masalah kesalahan redaksional, bukan posita atau petitum baru. "Permohonan baru tidak bisa dijadikan dasar sengketa Pilpres di MK," kata Ali.
Meski demikian, KPU tetap menyampaikan jawaban atas perbaikan permohonan yang diajukan Prabowo-Sandiaga. Hal tersebut sebagai bentuk penghormatan terhadap MK dan bentuk pertanggungjawaban publik atas penyelenggaran Pilpres 2019.
(Baca: KPU Nilai Tautan Berita Tak Bisa Jadi Alat Bukti dalam Sidang MK)
Tim kuasa hukum Jokowi-Maruf Amin yang diwakili Yusril Ihza Mahendra menyatakan dalam pasal 33 Peraturan MK Nmor 4 Tahun 2018 dalam perkara perselisihan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, tak diberikan kesempatan untuk memperbaiki permohonan. Berdasarkan ketentuan itu, hanya termohon, pihak terkait dan Bawaslu yang diberikan hak untuk mengajukan perbaikan jawaban atau keterangan.
"Artinya berkas permohonan yang diajukan pemohon pada 24 Mei 2019 bersifat final dan apa adanya," kata Yusril yang membacakan berkas jawaban kubu 01.
Sehingga, menurut Yusril, revisi permohonan tersebut patut untuk ditolak dan dikesampingkan MK. "Jika dibenarkan maka ini melanggar dan merugikan hak hukum dari termohon dan pihak terkait untuk mendapatkan kesempatan yang cukup untuk membantah dalil-dalil dalam revisi permohonan.
Yusril juga menyebut, permohonan tim Prabowo-Sandi yang semula berjumlah 37 halaman kemudian diperbaiki menjadi 146 halaman, lebih tepat dianggap sebagai permohonan baru. "Perbaikan permohonan tidak lagi menjadi sekadar perbaikan, tapi telah berubah menjadi permohonan baru," kata dia.
Lebih lanjut Yusril menganggap permohonan kubu Prabowo-Sandi memiliki cacat secara formil. "Sehingga beralasan bagi MK untuk menyatakan Permohonan tidak dapat diterima," kata Yusril.