Pemerintah tengah menggenjot pemanfaatan biodiesel dari minyak sawit untuk mengurangi impor solar. Selama ini, impor solar tercatat menjadi salah satu penyebab defisitnya neraca perdagangan.
Pada April 2019 misalnya, defisit neraca perdagangan minyak dan gas (migas) mencapai US$ 1,5 miliar. Angka itu meningkat U$ 1,1 miliar dibandingkan periode Maret 2019 sebesar US$ 400 juta.
Untuk itu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan lembaga terkait lainnya bekerja sama mengimplementasikan Bahan Bakar Nabati (BBN) yang berasal dari minyak sawit (Fatty Acid Methyl Ester/FAME) dengan solar. Pada tahun lalu, percampuran FAME 20% (B20) dengan solar telah berjalan. Tahun depan, campuran BBN akan ditingkatkan hingga mendatori B30 bisa dilaksanakan.
Saat ini pemerintah sedang melakukan uji jalan (road test) B30 pada delapan mobil penumpang dan tiga truk. Uji coba ini diharapkan selesai pada Oktober 2019 dengan beberapa rekomendasi agar program B30 bisa berjalan lancar.
"Road test ini patokannya bukan waktu, tapi keberhasilan mesinnya untuk bisa diterima dengan baik," ujar Menteri ESDM Ignasius Jonan pada peresmian road test B30 di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (13/6).
(Baca: Kementerian ESDM Uji Coba Penggunaan B30, Akan Tempuh Jarak 50 Ribu Km)
Untuk tiga unit truk diuji dengan menempuh jarak 40 ribu kilometer, dengan rute Lembang - Karawang - Cipali - Subang - Lembang sejauh 350 kilometer per hari.
Sedangkan delapan unit kendaraan penumpang menempuh jarak 50 ribu kilometer, dengan rute Lembang - Cileunyi - Nagreg - Kuningan - Tol Babakan - Slawi - Guci - Tegal - Tol Cipali - Subang - Lembang sejauh 560 kilometer per hari.
Uji coba ini didanai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit sebesar Rp 20 miliar. Sedangkan bahan bakar solar sebanyak 70 kilo liter dipasok oleh PT Pertamina (Persero).
Sekretaris Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Abdul Rochim menjelaskan, salah satu yang harus diperhatikan pada mesin berbahan bakar B30 adalah komponen injector. Sebab, BBN memiliki kandungan air, sehingga dikhawatirkan bisa merusak mesin.
Kemudian, performa kendaraan juga diprediksi berkurang sekitar 2%. Selain itu, penggunaan bahan bakar bisa lebih boros sekitar 2% dibandingkan BBM biasa. "Jadi power nya pasti turun, tapi tidak banyak," ujarnya.
(Baca: Realisasi Biodiesel B100 Perlu Koordinasi Antar Lembaga)
Menurut kajian, penggunaan 9 juta kilo liter B30 per tahun bisa mengurangi emisi atau CO2 sekitar 23 juta ton. Sedangkan dari sisi perdagangan, penggunaan B30 pada tahun depan akan mengurangi impor BBM sebanyak 8-9 juta barrel atau senilai Rp 70 triliun.
Rochim juga menjelaskan, wacana penggunaan B100 masih perlu waktu. Sebab, bahan bakar B30 yang diuji coba saat ini masih menggunakan standar Euro 2. Sementara dalam waktu dekat standar itu akan ditingkatkan menjadi Euro 4.
Tak hanya itu, pemerintah juga telah mencanangkan penggunaan green diesel. Rochim menjelaskan green diesel ini memiliki tingkat pengolahan yang lebih sulit dibandingkan Biodiesel meski keduanya menggunakan bahan baku minyak sawit.