Ketua Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif, Veri Junaidi yakin hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akan berlaku netral dalam persidangan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Menurut Veri, hakim MK tak akan mendukung kandidat tertentu saat memutuskan perkara.
Pasalnya, hakim MK tidak hanya dipilih oleh pemerintah, tetapi juga oleh DPR dan Mahkamah Agung (MA). "Tidak mungkin orang bilang ini representasi pemerintah. Ada juga DPR kan, di situ ada seluruh partai politik," kata Veri dalam diskusi di Jakarta, Kamis (13/6).
Selain itu, hakim MK juga memiliki latar belakang sebagai negarawan dan ahli hukum dengan pengalaman panjang dalam memutus perkara sengketa, baik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Pemilihan Legislatif (Pileg), maupun Pemilihan Presiden (Pilpres). "Menurut saya dengan pengalaman itu, hakim MK cukup meyakinkan dan bisa dipercaya untuk memutuskan perkara," kata Veri.
(Baca: Perang Advokat Senior di Mahkamah Konstitusi)
Veri pun tidak sependapat dengan istilah 'Mahkamah Kalkulator' yang disematkan Tim Kuasa Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno kepada MK. Sebab, selama ini MK tak hanya bekerja untuk memperbaiki hasil penghitungan suara dalam Pemilu, MK pun sempat memutus persoalan pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Seperti putusan MK dalam sengketa Pilkada Jawa Timur 2008 yang mengabulkan sebagian permohonan pasangan calon Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono. MK menilai terjadi pelanggaran secara TSM di Sampang, Bangkalan, dan Pamekasan karena adanya kerja sama antara pengurus desa di tiga kabupaten tersebut dengan pesaing Khofifah-Mudjiono, yakni Soekarwo-Saifullah Yusuf. Alhasil, MK membatalkan hasil Pilkada Jawa Timur 2008 dan meminta adanya pemungutan suara ulang di Sampang, Bangkalan, dan Pamekasan.
Dalam kasus Pilkada Kotawaringin Barat 2010, MK bahkan mendiskualifikasi pasangan calon Sugianto-Eko Soemarno. Dalam pertimbangannya, MK menilai Sugianto-Eko telah melakukan pelanggaran TSM karena merekrut 78.238 orang atau 62,09% pemilih sebagai relawan. Para pemilih tersebut digaji serta diberikan tanda pengenal.
"Saya yakin MK bukan 'Mahkamah Kalkukator' untuk menghitung selisih suara antara pemenang dengan yang kalah, tapi lembaga peradilan yang menilai secara lebih luas praktik ketatanegaraan," kata Veri.
(Baca: Harus Buktikan Dalil, Peluang Prabowo-Sandiaga Menang di MK Kecil)
Peneliti Formappi I Made Leo Wiratma juga yakin MK tak akan terpengaruh oleh siapapun ketika memutus sengketa PHPU yang diajukan Prabowo-Sandiaga. Bahkan, jika terjadi aksi massa selama sidang berlangsung.
Menurut Made, MK hanya akan memutus perkara berdasarkan dua hal, yakni fakta persidangan dan keyakinan hakim itu sendiri. "Tidak akan ada yang bisa memengaruhi MK berapa pun massa aksinya. MK tidak bisa dipaksa-paksa," kata Made.
Sebelumnya, Ketua MK Anwar Usman juga menjamin lembaganya akan kredibel dalam memutus sengketa PHPU. Lembaganya tidak akan terpengaruh dengan segala bentuk intervensi dari pihak tertentu.
Anwar memastikan seluruh hakim MK akan tunduk pada Konstitusi. "Siapapun yang mau intervensi, mungkin ada yang dengan berbagai cara ya, baik moril dan sebagainya, itu tidak akan ada artinya bagi kami," kata Anwar.
(Baca: Tudingan Kecurangan dari Pemilu 2004 hingga Pemilu 2019)