Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf menyatakan anggaran Bekraf bakal naik 30% untuk rencana tahun 2020. Rencananya, peningkatan anggaran itu bakal difokuskan untuk pengembangan sumber daya manusia di bidang ekonomi kreatif.
Triawan menyatakan target jangka panjang Bekraf adalah akselerasi pertumbuhan ekonomi kreatif. "Terutama untuk sumber daya manusia, paralel dengan apa yang Presiden Jokowi akan lakukan," katanya kepada Katadata.co.id di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (29/5).
Ia menjelaskan, porsi anggaran Bekraf tahun ini sekitar Rp 700 miliar, sehingga peningkatan sekitar 30% membuat anggaran Bekraf tahun 2020 hampir sebesar Rp 1 triliun. Peningkatan itu pun bisa menjadi solusi kendala Bekraf sejak 2016.
Menurut Triawan, pengembangan ekonomi kreatif Indonesia memiliki kendala dalam hal kondisi geografis yang sangat luas. Berbeda dengan pola pengembangan ekonomi kreatif di negara-negara lain, seperti Korea Selatan dan Malaysia, yang luas wilayahnya jauh lebih kecil dibanding Indonesia.
"Sehingga, pola pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia harus dari bawah ke atas, dari daerah. Harus seimbang promosi luar negeri dengan apa yang didapat dari peningkatan di daerah," ujar Triawan.
(Baca: Kembangkan Industri Kreatif, Bekraf Gandeng 25 Pemerintah Daerah)
Ia menambahkan, peningkatan anggaran ini disikapi Bekraf dengan pendekatan yang hati-hati dalam pengelolaan keuangan. Pasalnya, Bekraf telah mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian untuk laporan keuangan tahun 2018.
Posisi Bekraf pun dikatakan Triawan akan lebih kuat dengan adanya Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekonomi Kreatif. Saat ini, RUU Ekonomi Kreatif kini tengah dalam penggodokan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Penyelesaian aturan besar ekonomi kreatif itu dijelaskan Triawan tidak ada kendala. Pemerintah dan DPR menargetkan RUU bakal disahkan secepatnya. "Kami harap sebelum pelantikan presiden," kata Triawan.
Sebelumnya, Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Ekonomi Kreatif Abdul Fikri Faqih mengungkapkan, pelaku ekonomi kreatif masih kesulitan dapat akses modal. Alasannya, kebanyakan industri kreatif tidak punya aset, kecuali kekayaan intelektual.
Abdul menjelaskan, pelaku ekonomi kreatif selalu mendapat masalah ketika harus meyakinkan perbankan soal kemampuan mereka untuk mengembalikan pinjaman. "Belum selesai memang, tapi ada titik terang," ujarnya.
(Baca: Bekraf Fasilitasi 5.671 Pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual)