Tudingan Kecurangan dari Pemilu 2004 hingga Pemilu 2019

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ketua tim hukum BPN Bambang Widjojanto bersama penanggung jawab tim hukum Hashim Djojohadikusumo, dan sejumlah anggota tim hukum mendaftarkan gugatan sengketa hasil Pemilihan Presiden 2019 di Mahkamah Konstitusi. Jakarta, Jumat, 24 Mei 2019.
Penulis: Dwi Hadya Jayani
28/5/2019, 05.00 WIB

Pilpres 2009, JK-Wiranto dan Mega-Prabowo Merasa Dicurangi

Wiranto kembali maju dalam Pilpres 2009 sebagai cawapres untuk Jusuf Kalla (JK). Selain pasangan JK-Wiranto, SBY berpasangan dengan Boediono sedangkan Mega berpasangan dengan Prabowo untuk memperebutkan posisi nomor satu di Indonesia.

Pilpres 2009 dimenangi oleh pasangan SBY-Boediono dengan perolehan suara sebesar 60,8% atau 73,8 juta suara. Posisi selanjutnya diraih Mega-Prabowo dengan perolehan 26,79% atau 32,5 juta suara sedangkan JK-Wiranto meraih 12,41% atau 15 juta suara.

Pada pertempuran kedua ini, JK-Wiranto merasa dicurangi. Tim advokasi JK-Wiranto secara resmi menggugat hasil pemilu ke MK yang dipimpin oleh Poempida Hidayatullah, Indra J. Piliang, Elza Syarief, dan Chairuman Harahap.

Tim menyerahkan sekitar 58 berkas yang menjadi bukti kecurangan Pilpres, salah satunya berisi dugaan manipulasi dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Selain itu, dibawa pula bukti kertas suara yang telah tercoblos. Menurut laporan Tempo, terdapat suara yang tercoblos di Timika, Papua, serta terdapat formulir C1 ganda di Kediri, Jawa Timur dan formulir C1 yang sudah ditandatangani di Tangerang, Banten.

Hal yang sama juga dilakukan oleh pasangan Mega-Prabowo. “Soal Pemilu, saya kira banyak kecurangan," ungkap Prabowo seperti dikutip Tempo, sebelum pertemuan di kediaman Megawati untuk membicarakan dugaan kecurangan Pilpres 2009.

Tim advokasi Mega-Prabowo, Ateria Dahlan, mencatat sejumlah kesalahan KPU dalam penghitungan perolehan suara dan pembiaran terhadap nama ganda dalam DPT. Hal ini diperkirakan menjadi penyebab sekitar 28 juta suara masuk ke kantong SBY-Boediono. Fadli Zon menyatakan terdapat nama ganda dalam DPT berjumlah 7,65 juta yang tersebar di 69 kabupaten/kota di enam provinsi.

Arief Poyuono juga menyebut ada 5.000 surat suara yang memilih Mega-Prabowo di Koja, Tanjung Priok rusak. Sedangkan di Lampung, terdapat surat suara yang hanya berisi foto pasangan SBY-Boediono. Tim Mega-Prabowo pun mengajukan gugatan kecurangan ini ke MK.

Putusan sidang sengketa hasil Pilpres 2009 dibacakan oleh Ketua MK Mahfud MD. Majelis hakim konstitusi secara aklamasi menolak gugatan JK-Wiranto dan Mega-Prabowo karena bukti-bukti yang diajukan telah terjadi kecurangan secara masif dan terstruktur tidak terbukti.

(Baca: Jumlah Gugatan Sengketa Pemilu 2019 Turun 2 Kali Lipat Dibanding 2014)

Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto memberikan sambutan dalam acara Mengungkap Fakta-Fakta Kecurangan Pilpres 2019 di Jakarta, Selasa (14/ (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Protes Prabowo atas Kecurangan Pilpres 2014

Narasi yang dibangun mengenai kecurangan Pilpres 2019 pernah terjadi di Pilpres 2014. Tim pemenangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mengajukan upaya hukum dan politik untuk kasus dugaan kecurangan dalam pemilihan di lebih dari 52 ribu TPS.

Prabowo-Hatta meminta MK untuk menetapkan pasangan tersebut sebagai pemenang Pilpres 2014 menurut klaim perhitungan suara internal. Selain itu, pihak Prabowo-Hatta menuding KPU curang karena mengabaikan Data Penduduk Pemilih Potensial Pemilu (DP4) sebagai sumber penyusunan DPT. Hal ini mengakibatkan adanya praktik manipulasi data DPT yang prosesnya dianggap menguntungkan kubu Jokowi-JK. Prabowo-Hatta juga mencurigai tingginya jumlah pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) sebagai strategi mobilisasi massa untuk memenangkan Jokowi-JK.

Pada 21 Agustus 2014, majelis hakim MK yang diketuai oleh Hamdan Zoelva menolak seluruh gugatan kubu Prabowo karena tidak terbukti adanya kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Setelah itu, gugatan dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Namun, gugatan ini kembali ditolak karena tidak termasuk dalam kewenangan PTUN.

Tidak menyerah, Tim Advokasi Merah Putih melanjutkan perjuangan untuk menguji materi sejumlah Peraturan KPU (PKPU) di Mahkamah Agung (MA). Namun, gugatan itu kembali kandas setelah MA memutuskan tidak menerima gugatan tersebut pada 22 Januari 2015.

(Baca: Hadapi Gugatan Prabowo di MK, Tim Jokowi Siapkan Puluhan Pengacara)

Halaman:
Reporter: Dwi Hadya Jayani