Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengkritik langkah pemerintah memblokir akses media sosial yang telah berlangsung selama tiga hari.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menyebut langkah pemblokiran media sosial melanggar UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
"Pemblokiran itu melanggar hak-hak publik yang paling mendasar yakni mendapatkan informasi bahkan merugikan secara ekonomi," ujar Tulus keterangan resmi YLKI, Jumat (24/5).
Memang, pemerintah telah menjelaskan bahwa langkah pemblokiran media sosial dilakukan untuk mencegah penyebaran berita bohong atau hoax sejak kerusuhan 22 Mei 2019. Namun, Tulus mengatakan bahwa pemblokiran tetap harus berdasarkan paramater dan kriteria yang jelas.
Parameter pemblokiran dalam keadaan darurat menurut Tulus harus terukur definisi paling tepat. Apalagi, batasan antara hoaks dan fakta semakin kabur.
Tulus mengungkapkan pemblokiran akses media sosial bisa menjadi preseden buruk pemberangusan suara publik yang dijamin oleh konstitusi. Ia menegaskan pemerintah harus mementingkan kepentingan masyarakat.
Tulus berpendapat, pemerintah harus mampu menjelaskan kepada publik manfaat dan efektivitas pemblokiran. Sehingga, langkah pembatasan akses media sosial mempunyai efek signifikan dan dampak positifnya lebih banyak daripada hasil negatif.
(Baca: Bendung Hoaks Kerusuhan 22 Mei, Pemerintah Batasi Akses Media Sosial)
Selain itu, pemerintah harus bisa mencari langkah tepat untuk mengatasi hoax . Terlebih, masyarakat mampu mencari alternatif lain untuk menggunakan media sosial seperti aktivasi aplikasi VPN (Virtual Private Network) untuk mengakses WhatsApp, yang sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.
"Bukan hanya untuk bersosialita, tetapi untuk menunjang aktivitas kerja dan aktivitas perekonomian," katanya lagi.
Sebelumnya, Pemerintah membatasi akses terhadap media sosial untuk mencegah penyebaran hoax terkait dengan kerusuhan 22 Mei 2019. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menemukan setidaknya lima hoax sejak kerusuhan 22 Mei.
“Untuk sementara, untuk menghindari provokasi, berita bohong kepada masyarakat luas, akan kami adakan pembatasan akses di media sosial. Fitur tertentu untuk tidak diaktifkan,” kata Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto dalam siaran pers di Jakarta, Rabu (22/5).
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyatakan, fitur yang dibatasi terutama untuk berbagi gambar dan video karena dianggap mudah memicu emosi pengguna.
Namun, sejumlah pengguna WhatsApp, Instagram dan Facebook mengeluhkan gangguan yang lebih luas. Sementara Twitter masih bisa digunakan secara normal.
Kesulitan mengakses ketiga media sosial itu pun rupanya juga dikeluhkan oleh pengguna dari negara lain. Data Down Detector, pengguna Instagram di berbagai negara mengeluhkan gangguan sejak 16.00 Eastern Daylight Time (EDT) atau 12.00 WIB.
(Baca: Patuhi Aturan, Empat Operator Batasi Akses ke Media Sosial)